BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Globalisasi merupakan
perkembangan kontemporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya
berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung. Pengaruh
globalisasi dapat menghilangkan berbagai halangan dan rintangan yang menjadikan
dunia semakin satu sama lain. Globalisasi akan membawa perspektif baru tentang
konsep “Dunia Tanpa Tapal Batas”. Hal ini didukung dengan perkembangan
teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi memberikan berbagai dampak, baik itu
berupa dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari kemajuan informasi
dan teknologi yaitu mempermudah
dan mempercepat akses informasi yang kita butuhkan, transaksi perusahaan atau
perseorangan untuk kepentingan bisnis, proses komunikasi tidak terhalang waktu
dan tempat dan sebagainya. Disisi lain, salah satu dampak
negatif dari kecanggihan teknologi adalah cyber
crime.
Cyber
crime atau biasa disebut
dengan kejahatan dunia maya merupakan istilah yang mengacu kepada aktivitas
kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat
terjadinya kejahatan. Salah satunya yaitu penipuan
secara online. Penipuan,
satu kata yang cukup menggambarkan sesuatu yang menyebabkan kerugian bagi orang
yang ditipu dan menyebabkan keuntungan orang yang menipu. Baik menipu secara
halus (tidak terlihat atau tidak terasa) sampai secara kasar (terlihat jelas),
hal ini sangatlah merugikan orang lain terutama bagi orang yang ditipu. Banyak
sekali terjadi kasus penipuan lewat media elektronik, salah satunya ada
penipuan uang dengan motif berpacaran di dunia maya. Khususnya di situs
facebook yang kini lagi nge-trend di
kalangan masyarakat. Jutaan hingga milyaran uang bisa didapatkan dengan mudah
dengan cara menjalin asmara lewat social
media. Untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut, Indonesia telah
membuat suatu produk hukum yaitu Undang Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sehingga apabila
terjadi masalah yang menyangkut tentang penyalahgunaan kemajuan teknologi
informasi akan terjerat pasal-pasal hukum yang berlaku.
Berdasarkan
paparan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lenjut mengenai cyber crime dalam makalah yang berjudul
“Penipuan Uang Melalui Social Media
dengan Modus Jalinan Asmara”.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan informasi dan
transaksi elektronik?
2.
Bagaimana analisa kasus penipuan uang
melalui social media yang bermodus jalinan asmara terkait teori hukum pidana?
3.
Bagaimana hukuman yang didapatkan oleh
pelaku penipuan di dunia maya?
C. Tujuan
1.
Untuk mendeskripsikan apa yang dimaksud
dengan informasi dan transaksi elektronik.
2.
Untuk mendeskripsikan analisa kasus
penipuan uang melalui social media yang bermodus jalinan asmara terkait teori
hukum pidana.
3.
Untuk mendeskripsikan hukuman yang
didapatkan oleh pelaku penipuan di dunia maya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Selayang
Pandang Mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Pada UU ITE Bab I tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 UU
ITE ayat 3 telah dituliskan tentang definisi Informasi Elektronik. “Informasi
Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram,
teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang
yang mampu memahaminya.”
Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna
diantaranya:
1.
Informasi Elektronik adalah satu atau
sekumpulan data elektronik
2.
Informasi Elektronik memiliki wujud
diantaranya tulisan, suara, gambar.
3.
Informasi Elektronik memiliki arti atau
dapat dipahami.
Jadi, informasi elektronik adalah data
elektronik yang memiliki wujud dan arti. Pada tanggal 25 Maret 2008 DPR telah
menyetujui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ini
mulai berlaku tanggal 1 April 2008. Maka, dalam hal kepemilikan UU transaksi elektronik, Indonesia
sudah sejajar dengan beberapa negara maju, sudah memiliki UU ITE. UU ITE sesungguhnya merupakan salah
satu jenis kebijakan komunikasi. Sebagai sebuah kebijakan komunikasi, UU ITE
harus mampu melancarkan gerak sistem komunikasi yang menggunakan internet.
Keharusan ini merupakan konsekuensi logis dari posisinya sebagai kebijakan
komunikasi. Sebab, seperti disebutkan UNESCO, kebijakan komunikasi adalah
kumpulan prinsip dan norma yang sengaja diciptakan untuk mengatur perilaku
sistem komunikasi (1980:5).[1] Sistem
Komunikasi, menurut Nurudin, bisa dikelompokkan menurut wilayah geografis, media yang
digunakan dan pola komunikasi.[2] Khusus mengenai
sistem komunikasi berdasarkan media yang digunakan, paling tidak terdapat empat
sistem, yaitu sistem media cetak, sistem media elektronik, sistem media
tradisional dan sistem media interaktif.
Perkembangan internet menyebabkan
terbentuknya sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Dimana setiap individu
memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa
batasan apapun yang menghalanginya. Inilah globalisasi yang pada dasamya telah
terlaksana di dunia maya. yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau
mereka yang sering menggunakan internet dalam aktivitas kehidupan setiap hari.
Berbeda dengan dunia nyata, cyber space
memiliki karakteristik yang unik. Karakteristik unik tersebut memperlihatkan
bahawa seorang manusia dapat dengan mudah berinteraksi dengan siapa saja
didunia sejauh yang bersangkutan terhubung ke Internet. Hilangnya batas dunia
yang memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara efisien dan
efektif secara langsung.
Lahirnya suatu
rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum ciber atau hukum telematika. Hukum
siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum
yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian
pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga
digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology),
hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.
Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui
jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun
global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem
komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik.[3]
Pendekatan keamanan informasi harus
dilakukan secara holistik, karena itu terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan
keamanan di dunia maya, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan
sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum.[4]
Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi sifatnya mutlak
dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi,
diintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak.
Menurut Budi Rahardjo, sistem pengamanan komunikasi
elektronik harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengamanan yang berkaitan dengan
aspek-aspek[5] :
- Confidentiality
Menyangkut
kerahasiaan dari data atau informasi, dan perlindungan bagi informasi tersebut
dari pihak yang tidak berwenang. Untuk melindungi kerahasiaan maka dilakukan
dengan cara membuat informasi itu “tidak dapat dipahami” (unintelligible),
isi dari informasi itu harus ditransformasikan sedemikian rupa sehingga tidak
dapat dipahami (undecipherable) oleh siapapun yang tidak mengetahui
prosedur dari proses transformasi itu.
- Integrity
Integrity menyangkut
perlindungan data terhadap usaha membuat modifikasi data itu oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab, baik selama data itu disimpan maupun selama data
itu dikirimkan kepada pihak lain.
- Authorization
Authorization menyangkut
pengawasan terhadap akses kepada infomasi tertentu.
- Availability
Informasi yang disimpan
atau ditransmisikan melalui jaringan komunikasi harus dapat tersedia
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
- Authenticity
Authenticity atau authentication
menyangkut kemampuan seseorang, organisasi, atau komputer untuk membuktikan
identitas dari pemilik yang sesungguhnya dari informasi tersebut.
- Non-repudiability of Origin atau Non-repudiation
Non-repudiability
of Origin atau Non-repudiation menyangkut perlindungan
terhadap suatu pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau kegiatan
komunikasi yang di belakang hari pihak tersebut menyanggah bahwa transaksi atau
kegiatan tersebut benar telah terjadi.
- Auditability
Data harus
dicatat sedemikian rupa, bahwa data tersebut telah memenuhi semua syarat confidentiality
dan integrity yang diperlukan, yaitu bahwa pengiriman data tersebut
telah dienkripsi (encrypted) oleh pengirimnya dan telah didekripsi (decrypted)
oleh penerimannya sebagaimana mestinya.
B.
Tindakan
Kriminal di Dunia Maya
Pelaku tidak kriminal
penipuan dari tahun ke tahun makin meningkat
faktor terjadinya kriminal sangat bervariatif dari mulai urusan perut hingga urusan pribadi modusnya pun bermacam macam ada yang yang berpura pura menjadi pejabat yang bisa memberikan kerjaan, ada juga yg berpura-pura menjadi seorang polisi gadungan, artis gadungan tuk memeras bahkan menipu banyak gadis, ada juga modus undian berhadiah, arisan atau sejenisnya, tak ayal dengan bermodalkan sedikit keahlian dalam berolah vokal maka korbanpun di buat tak berdaya oleh buaian buaian manis sang pelaku, ujung ujungnya korbanpun di buat kecewa, menangis bahkan ada juga yang menjadi gila. Kini pelaku penipuan sudah merambah dunia online, baik dengan cara pengiriman email yang berisi ''anda mendapatkan uang hibah sebesar skian ratus juta'' yang ujung ujungnya korban diminta menyetorkan sejumlah uang.
faktor terjadinya kriminal sangat bervariatif dari mulai urusan perut hingga urusan pribadi modusnya pun bermacam macam ada yang yang berpura pura menjadi pejabat yang bisa memberikan kerjaan, ada juga yg berpura-pura menjadi seorang polisi gadungan, artis gadungan tuk memeras bahkan menipu banyak gadis, ada juga modus undian berhadiah, arisan atau sejenisnya, tak ayal dengan bermodalkan sedikit keahlian dalam berolah vokal maka korbanpun di buat tak berdaya oleh buaian buaian manis sang pelaku, ujung ujungnya korbanpun di buat kecewa, menangis bahkan ada juga yang menjadi gila. Kini pelaku penipuan sudah merambah dunia online, baik dengan cara pengiriman email yang berisi ''anda mendapatkan uang hibah sebesar skian ratus juta'' yang ujung ujungnya korban diminta menyetorkan sejumlah uang.
Itu baru satu modus,
ada lagi modus lain yang ditangani kepolisian. Misalnya, penipuan dengan modus
jalinan asmara dengan pria dari luar negeri. Biasanya perkenalan lewat media
jejaring sosial ini terjadi melalui Facebook.
Rasa percaya si korban terbangun karena melihat data profil si penipu yang
terlihat wajar dan menjanjikan.[6]
Contoh kasus :
TEMPO.CO,
Jakarta[7]
- Facebook memang dikenal sebagai jejaring sosial untuk menambah banyak teman.
Tapi fitur foto dan status penggunanya membuat banyak orang bisa
mengetahui secara langsung kehidupan pribadi dan ragam aktivitas penggunanya.
Dengan informasi itu, orang bisa menipu Anda.
Kasus
tipu jagat maya yang ini dialami seorang perempuan pengusaha garmen, sebut saja
namanya Putri. Perempuan berusia 51 tahun itu mengalami kerugian yang tidak
sedikit akibat penipuan yang dialaminya via Facebook. Total dia kehilangan Rp
1,78 miliar. Kasusnya sekarang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda
Metro Jaya.
Menurut
pengakuan Putri kepada polisi, semua bermula pada awal Maret 2012, sekitar
setahun lalu. Ketika itu, ia diundang seorang pemilik akun Facebook bernama Ray
Christofher untuk menjadi teman di jejaring sosial dunia maya itu. Christofher
mengaku sebagai seorang tentara Inggris yang sedang bertugas di Kabul,
Afganistan. Dari fotonya di Facebook, Ray terlihat tampan dan gagah.
Sejak
Putri mengabulkan permohonan pertemanan itu, hubungan antara Putri dan
Christofher kian lama kian dekat. Christofher rajin menghubungi Putri lewat
telepon yang kodenya +44 yakni kode asal negara Inggris. "Akhirnya mereka
ini berpacaran meskipun belum pernah bertemu langsung," kata Kepala Satuan
Reserse Mobile (Resmob) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda
Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, kepada Tempo, Jumat, 22 Maret
2013.
Suatu
hari, Christofher mengaku ingin berinvestasi di Indonesia. Putri sendiri
sehari-hari adalah pengusaha garmen siap ekspor yang cukup sukses. Putri pun
menyambut baik rencana kekasihnya. Mereka mendiskusikan berbagai kemungkinan
bisnis yang bisa mereka kelola di Indonesia.
Pada
akhir Juli 2012, Christofher mengaku akan mengirim dana investasinya melalui
seorang temannya, Ben Joshua, yang berencana akan datang ke Indonesia.
Christofher sendiri berencana akan datang menemui Putri di Indonesia.
Pada
hari yang ditentukan, Christofher menghubungi Putri, mengaku sudah mendarat di
Bandara Soekarno-Hatta. Sayangnya ada satu masalah: paket uang miliknya ditahan
pihak kargo bandara, yang minta uang sogokan. Tanpa pikir panjang, Putri
mengirim dana untuk melancarkan paket Christofher. Dia mentransfer dana Rp 46
juta ke nomor rekening perusahaan kargo yang dikirim Christofher.
Lolos dari kargo, kali ini Ben Joshua yang menghubungi Putri. Dia mengaku paket Christofher kini ditahan pihak bea cukai. Petugas bea cukai minta sogokan Rp 250 juta. Putri kembali membayari uang sogokan yang diminta Ben. Penipuan belum berakhir. Terakhir, Ben menghubungi Putri, mengaku paket mereka ditahan Kedutaan Inggris. Untuk meloloskannya, dibutuhkan dana sebesar Rp 570 juta. Semakin lama, jumlah uang yang harus dikeluarkan Putri semakin besar, dan cerita yang dikarang duet Ben dan Christofher semakin tak masuk akal. Berikutnya, Ben mengaku paket investasi mereka ditahan perwakilan International Monetary Fund (IMF) di Indonesia. Untuk menebusnya, Ben minta dikirimi Rp 500 juta. Lagi-lagi permintaan ini pun diikuti Putri.
Lolos dari kargo, kali ini Ben Joshua yang menghubungi Putri. Dia mengaku paket Christofher kini ditahan pihak bea cukai. Petugas bea cukai minta sogokan Rp 250 juta. Putri kembali membayari uang sogokan yang diminta Ben. Penipuan belum berakhir. Terakhir, Ben menghubungi Putri, mengaku paket mereka ditahan Kedutaan Inggris. Untuk meloloskannya, dibutuhkan dana sebesar Rp 570 juta. Semakin lama, jumlah uang yang harus dikeluarkan Putri semakin besar, dan cerita yang dikarang duet Ben dan Christofher semakin tak masuk akal. Berikutnya, Ben mengaku paket investasi mereka ditahan perwakilan International Monetary Fund (IMF) di Indonesia. Untuk menebusnya, Ben minta dikirimi Rp 500 juta. Lagi-lagi permintaan ini pun diikuti Putri.
Terakhir,
Ben mengabari paket mereka sudah lolos. Tapi di tengah perjalanan, Ben menelpon
lagi. Kali ini, mereka ditangkap Polda Metro Jaya. Seperti biasa, Ben mengaku
para polisi ini minta sogokan agar mereka dilepas. Putri diminta menyetor Rp
600 juta. "Total kerugian korban hampir Rp 2 miliar," kata Kepala
Unit III Resmob Polda Metro Jaya Komisaris Jerry Raimond yang menangani
langsung kasus tersebut.
Setelah
lama menunggu Ben dan Christofher yang tak kunjung tiba, akhirya Putri sadar
dia telah tertipu. Dia pun melapor ke polisi. Belakangan, polisi berhasil
menciduk Ben dan Christofher. Ternyata mereka bukan bule dari London, tapi
orang Nigeria, Liberia dan Kamerun yang sudah lama beroperasi di Indonesia.
C.
Analisa
Kasus Penipuan Secara Online ditinjau dari Teori Hukum Pidana
Perkembangan dunia teknologi yang
sangat pesat telah banyak memberikan dampak positif dan negatif. Dalam
pekembangannya teknologi informasi yang semakin canggih telah banyak memberikan
kemudahan bagi penggunanya. Begitu pula dampak negatif dari teknologi informasi
yang belakangan ini telah banyak memakan korban. Maka sangatlah diuntungkan
bagi pengguna media teknologi seperti internet ketika UU ITE di sahkan sebagai
UU No. 11 tahun 2008, walaupun banyak kritikan dan penolakan. Namun
dengan adanya undang-undang mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini maka memungkinkan
dapat meminalisir kejahatan lewat media-media elektronik maupun media online.
Teori yang berkaitan dengan hal ini adalah teori relevansi
dari ajaran kausalitas. Ajaran kausalitas adalah suatu ajaran hubungan sebab
akibat yang terjadi pada suatu hal. Dalam ilmu hukum pidana penting untuk
menentukan mana yang merupakan penyebab terjadinya suatu peristiwa yang oleh
hukum pidana dilarang atau penyebab mana yang berakibat terjadinya perkosaan
terhadap kepentingan hukum seperti nyawa, kehormatan, harta bensa, dan
sebagainya. [8]
Pengertian teori relevansi adalah teori yang mengintepretasikan rumusan delik
yang bersangkutan. Dari rumusan delik yang hanya memuat akibat yang dilarang
dicoba untuk menentukan kelakuan apa yang sekiranya dimaksud pada waktu membuat
larangan tersebut. Teori ini mengadakan perbedaan antara pengertian kausal dan
pertanggung jawaban, mengenai kausal berpegang pada makna kausal secara ilmu
hukum, akan tetapi pertanggung jawaban ditentukan semata-mata menurut pandangan
dalam hukum pidana, yakni menurut maksudnya rumusan delik masing-masing pada
ketika itu.[9]
Jadi, inti dari teori relevansi itu adalah mengenai setiap rumusan delik
ditafsirkan dengan Undang-undang atau dihubungkan dengan Undang-Undang yang
berlaku.
Berdasarkan kasus yang telah dipaparkan sebelumnya, hal ini
merupakan dampak negatif dari adanya kemajuan teknologi informasi. Korban pada
kasus tersebut mudah percaya dengan orang lain yang belum dikenal sebelumnya.
Bahkan bertatap muka sekalipun belum pernah dilakukan. Karena terbuai dengan
janji manis dan rayuan maut dari sang pelaku (pacarnya dari dunia maya), si
korban rela memberikan uangnya untuk berbisnis dengan sang pacar. Akan tetapi,
karena menemui hal janggal setelah pengiriman uang berkali-kali tanpa ketemu
dengan pelaku, akhirnya si korban merasa tertipu dan melaporkannya ke polisi. Karena
laporan tersebut, pelaku dijerat pasal 378 dan 28 ayat 1 KUHP jo
Pasal 45 ayat 2 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan
ancaman hukuman 6 sampai 12 tahun penjara. Sesuai dengan teori relevansi hukum
pidana bahwa setiap delik yang terjadi di hunbungan dan ditafsirkan dengan
Undang-Undang yng berlaku yaitu UU ITE dan KUHP.
D.
Hukuman yang Berlaku
Penipuan dalam dunia maya dapat
dikenakan hukuman pidana sesuai dengan pasal berapa yang dilanggar dalam aturan
hukum. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana
penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan rumusan pasal sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau
martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena
penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”[10]
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai
tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian korban dalam
transaksi dalam
dunia cyber terdapat
ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.”[11]
Terhadap
pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).[12]
Dua pasal
antara KUHP dan UU ITE terdapat perbedaan yaitu rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak
mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain”
sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP
tentang penipuan.
Akan tetapi, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan,
yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan
pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur
tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya,
bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan
kedua pasal tersebut.
Hal ini sebagaimana diuangkapkan
oleh Kepala Unit III Resmob Polda Metro
Jaya Komisaris Jerry Raimond bahwa
kedua
pelaku dijerat Pasal 378 dan 28 ayat 1 KUHP jo Pasal 45 ayat 2 UU No 11/2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 sampai 12
tahun penjara.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan dunia teknologi yang
sangat pesat telah banyak memberikan dampak positif dan negatif. Dalam
pekembangannya teknologi informasi yang semakin canggih telah banyak memberikan
kemudahan bagi penggunanya. Begitu pula dampak negatif dari teknologi informasi
yang belakangan ini telah banyak memakan korban. Maka sangatlah diuntungkan
bagi pengguna media teknologi seperti internet ketika UU ITE di sahkan sebagai
UU No. 11 tahun 2008. Namun dengan adanya undang-undang mengatur tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ini maka memungkinkan dapat meminalisir kejahatan lewat
media-media elektronik maupun media online.
B.
Saran
Kita harus lebih berhati-hati dalam
bertindak dan jangan mudah percaya dengan orang lain sebelum ada bukti otentik.
Gunakanlah media teknologi dan informasi untuk perbuatan yang positif sehingga
tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
[7] http://edsus.tempo.co/konten-berita/kriminal/2013/03/24/469015/161/Pacaran-Lewat-Facebook-Tertipu-Rp-178-Miliar
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di
Indonesia, (Refika Aditama; Bandung, 2004)
Budi Rahardjo, Keamanan Sistem Informasi Berbasis
Internet, (PT . Insan Komunikasi, Bandung, 2000)
Edi Setiadi. Hukum Pidana Ekonomi, (Fakultas Hukum
Unisba, Bandung, 2004)
Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2004)
R.Soesilo.
1993. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) . Politeia : Bogor.
Triyana
Rejekiningsih. 2010. Hukum Pidana dalam Konteks Kewarganegaraan. Surakarta:
Laboratorium Prodi PPKN Jurusan PIPS.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
UNESCO.“Preface”. Dalam Ugboajah, Frank Okwu, Communication
Policies in Nigeria. Paris:
1980, Unesco.
online-journal.unja.ac.id/index.php/jih/article/download/54/43
library.usu.ac.id/download/fh/pid-syahruddin.pdf
id.wikipedia.org/wiki/Penipuan