Jumat, 24 Mei 2013

TINJAUAN YURIDIS PENIPUAN UANG MELALUI SOCIAL MEDIA DENGAN MODUS JALINAN ASMARA DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Globalisasi merupakan perkembangan kontemporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung. Pengaruh globalisasi dapat menghilangkan berbagai halangan dan rintangan yang menjadikan dunia semakin satu sama lain. Globalisasi akan membawa perspektif baru tentang konsep “Dunia Tanpa Tapal Batas”. Hal ini didukung dengan perkembangan teknologi yang canggih. Kemajuan teknologi memberikan berbagai dampak, baik itu berupa dampak positif maupun negatif. Dampak positif dari kemajuan informasi dan teknologi yaitu mempermudah dan mempercepat akses informasi yang kita butuhkan, transaksi perusahaan atau perseorangan untuk kepentingan bisnis, proses komunikasi tidak terhalang waktu dan tempat dan sebagainya. Disisi lain, salah satu dampak negatif dari kecanggihan teknologi adalah cyber crime.
Cyber crime atau biasa disebut dengan kejahatan dunia maya merupakan istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan. Salah satunya yaitu penipuan secara online. Penipuan, satu kata yang cukup menggambarkan sesuatu yang menyebabkan kerugian bagi orang yang ditipu dan menyebabkan keuntungan orang yang menipu. Baik menipu secara halus (tidak terlihat atau tidak terasa) sampai secara kasar (terlihat jelas), hal ini sangatlah merugikan orang lain terutama bagi orang yang ditipu. Banyak sekali terjadi kasus penipuan lewat media elektronik, salah satunya ada penipuan uang dengan motif berpacaran di dunia maya. Khususnya di situs facebook yang kini lagi nge-trend di kalangan masyarakat. Jutaan hingga milyaran uang bisa didapatkan dengan mudah dengan cara menjalin asmara lewat social media. Untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut, Indonesia telah membuat suatu produk hukum yaitu Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sehingga apabila terjadi masalah yang menyangkut tentang penyalahgunaan kemajuan teknologi informasi akan terjerat pasal-pasal hukum yang berlaku.
Berdasarkan paparan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lenjut mengenai cyber crime dalam makalah yang berjudul “Penipuan Uang Melalui Social Media dengan Modus Jalinan Asmara”.
B.     Rumusan Masalah
      1.            Apa yang dimaksud dengan informasi dan transaksi elektronik?
      2.            Bagaimana analisa kasus penipuan uang melalui social media yang bermodus jalinan asmara terkait teori hukum pidana?
      3.            Bagaimana hukuman yang didapatkan oleh pelaku penipuan di dunia maya?
C.     Tujuan
      1.            Untuk mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan informasi dan transaksi elektronik.
      2.            Untuk mendeskripsikan analisa kasus penipuan uang melalui social media yang bermodus jalinan asmara terkait teori hukum pidana.
      3.            Untuk mendeskripsikan hukuman yang didapatkan oleh pelaku penipuan di dunia maya.











BAB II
PEMBAHASAN
                     
A.    Selayang Pandang Mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Pada UU ITE Bab I tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 UU ITE ayat 3 telah dituliskan tentang definisi Informasi Elektronik. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna diantaranya:
      1.            Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
      2.            Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan, suara, gambar.
      3.            Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami.
Jadi, informasi elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan arti. Pada tanggal 25 Maret 2008 DPR telah menyetujui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ini mulai berlaku tanggal 1 April 2008. Maka, dalam hal kepemilikan UU transaksi elektronik, Indonesia sudah sejajar dengan beberapa negara maju, sudah memiliki UU ITE.  UU ITE sesungguhnya merupakan salah satu jenis kebijakan komunikasi. Sebagai sebuah kebijakan komunikasi, UU ITE harus mampu melancarkan gerak sistem komunikasi yang menggunakan internet. Keharusan ini merupakan konsekuensi logis dari posisinya sebagai kebijakan komunikasi. Sebab, seperti disebutkan UNESCO, kebijakan komunikasi adalah kumpulan prinsip dan norma yang sengaja diciptakan untuk mengatur perilaku sistem komunikasi (1980:5).[1] Sistem Komunikasi, menurut Nurudin, bisa dikelompokkan menurut wilayah geografis, media yang digunakan dan pola komunikasi.[2] Khusus mengenai sistem komunikasi berdasarkan media yang digunakan, paling tidak terdapat empat sistem, yaitu sistem media cetak, sistem media elektronik, sistem media tradisional dan sistem media interaktif.
Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya sebuah arena baru yang lazim disebut dengan dunia maya. Dimana setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain tanpa batasan apapun yang menghalanginya. Inilah globalisasi yang pada dasamya telah terlaksana di dunia maya. yang menghubungkan seluruh masyarakat digital atau mereka yang sering menggunakan internet dalam aktivitas kehidupan setiap hari.
Berbeda dengan dunia nyata, cyber space memiliki karakteristik yang unik. Karakteristik unik tersebut memperlihatkan bahawa seorang manusia dapat dengan mudah berinteraksi dengan siapa saja didunia sejauh yang bersangkutan terhubung ke Internet. Hilangnya batas dunia yang memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara efisien dan efektif secara langsung. Lahirnya suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum ciber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.[3]
Pendekatan keamanan informasi harus dilakukan secara holistik, karena itu terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di dunia maya, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum.[4] Untuk mengatasi gangguan keamanan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi, diintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak.
Menurut Budi Rahardjo, sistem pengamanan komunikasi elektronik harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengamanan yang berkaitan dengan aspek-aspek[5] :
  1. Confidentiality
Menyangkut kerahasiaan dari data atau informasi, dan perlindungan bagi informasi tersebut dari pihak yang tidak berwenang. Untuk melindungi kerahasiaan maka dilakukan dengan cara membuat informasi itu “tidak dapat dipahami” (unintelligible), isi dari informasi itu harus ditransformasikan sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipahami (undecipherable) oleh siapapun yang tidak mengetahui prosedur dari proses transformasi itu.
  1. Integrity
Integrity menyangkut perlindungan data terhadap usaha membuat modifikasi data itu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik selama data itu disimpan maupun selama data itu dikirimkan kepada pihak lain.
  1. Authorization
Authorization menyangkut pengawasan terhadap akses kepada infomasi tertentu.
  1. Availability
Informasi yang disimpan atau ditransmisikan melalui jaringan komunikasi harus dapat tersedia sewaktu-waktu apabila diperlukan.
  1. Authenticity
Authenticity atau authentication menyangkut kemampuan seseorang, organisasi, atau komputer untuk membuktikan identitas dari pemilik yang sesungguhnya dari informasi tersebut.
  1. Non-repudiability of Origin atau Non-repudiation
Non-repudiability of Origin atau Non-repudiation menyangkut perlindungan terhadap suatu pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau kegiatan komunikasi yang di belakang hari pihak tersebut menyanggah bahwa transaksi atau kegiatan tersebut benar telah terjadi.
  1. Auditability
Data harus dicatat sedemikian rupa, bahwa data tersebut telah memenuhi semua syarat confidentiality dan integrity yang diperlukan, yaitu bahwa pengiriman data tersebut telah dienkripsi (encrypted) oleh pengirimnya dan telah didekripsi (decrypted) oleh penerimannya sebagaimana mestinya.
B.     Tindakan Kriminal di Dunia Maya
Pelaku tidak kriminal penipuan dari tahun ke tahun makin meningkat
faktor terjadinya kriminal sangat bervariatif dari mulai urusan perut hingga urusan pribadi modusnya pun bermacam macam ada yang yang berpura pura menjadi pejabat yang bisa memberikan kerjaan, ada juga yg berpura-pura menjadi seorang polisi gadungan, artis gadungan tuk memeras bahkan menipu banyak gadis, ada juga modus undian berhadiah, arisan atau sejenisnya, tak ayal dengan bermodalkan sedikit keahlian dalam berolah vokal maka korbanpun di buat tak berdaya oleh buaian buaian manis sang pelaku, ujung ujungnya korbanpun di buat kecewa
, menangis bahkan ada juga yang menjadi gila. Kini pelaku penipuan sudah merambah dunia online, baik dengan cara pengiriman email yang berisi ''anda mendapatkan uang hibah sebesar skian ratus juta'' yang ujung ujungnya korban diminta menyetorkan sejumlah uang.
Itu baru satu modus, ada lagi modus lain yang ditangani kepolisian. Misalnya, penipuan dengan modus jalinan asmara dengan pria dari luar negeri. Biasanya perkenalan lewat media jejaring sosial ini terjadi melalui Facebook. Rasa percaya si korban terbangun karena melihat data profil si penipu yang terlihat wajar dan menjanjikan.[6]
Contoh kasus :
TEMPO.CO, Jakarta[7] - Facebook memang dikenal sebagai jejaring sosial untuk menambah banyak teman. Tapi fitur foto dan status penggunanya  membuat banyak orang bisa mengetahui secara langsung kehidupan pribadi dan ragam aktivitas penggunanya. Dengan informasi itu, orang bisa menipu Anda.
Kasus tipu jagat maya yang ini dialami seorang perempuan pengusaha garmen, sebut saja namanya Putri. Perempuan berusia 51 tahun itu mengalami kerugian yang tidak sedikit akibat penipuan yang dialaminya via Facebook. Total dia kehilangan Rp 1,78 miliar. Kasusnya sekarang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Menurut pengakuan Putri kepada polisi, semua bermula pada awal Maret 2012, sekitar setahun lalu. Ketika itu, ia diundang seorang pemilik akun Facebook bernama Ray Christofher untuk menjadi teman di jejaring sosial dunia maya itu. Christofher mengaku sebagai seorang tentara Inggris yang sedang bertugas di Kabul, Afganistan. Dari fotonya di Facebook, Ray terlihat tampan dan gagah.
Sejak Putri mengabulkan permohonan pertemanan itu, hubungan antara Putri dan Christofher kian lama kian dekat. Christofher rajin menghubungi Putri lewat telepon yang kodenya +44 yakni kode asal negara Inggris. "Akhirnya mereka ini berpacaran meskipun belum pernah bertemu langsung," kata Kepala Satuan Reserse Mobile (Resmob) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan, kepada Tempo, Jumat, 22 Maret 2013.
Suatu hari, Christofher mengaku ingin berinvestasi di Indonesia. Putri sendiri sehari-hari adalah pengusaha garmen siap ekspor yang cukup sukses. Putri pun menyambut baik rencana kekasihnya. Mereka mendiskusikan berbagai kemungkinan bisnis yang bisa mereka kelola di Indonesia.
Pada akhir Juli 2012, Christofher mengaku akan mengirim dana investasinya melalui seorang temannya, Ben Joshua, yang berencana akan datang ke Indonesia. Christofher sendiri berencana akan datang menemui Putri di Indonesia.
Pada hari yang ditentukan, Christofher menghubungi Putri, mengaku sudah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Sayangnya ada satu masalah: paket uang miliknya ditahan pihak kargo bandara, yang minta uang sogokan. Tanpa pikir panjang, Putri mengirim dana untuk melancarkan paket Christofher. Dia mentransfer dana Rp 46 juta ke nomor rekening perusahaan kargo yang dikirim Christofher.
Lolos dari kargo, kali ini Ben Joshua yang menghubungi Putri. Dia mengaku paket Christofher kini ditahan pihak bea cukai. Petugas bea cukai minta sogokan Rp 250 juta. Putri kembali membayari uang sogokan yang diminta Ben. Penipuan belum berakhir. Terakhir, Ben menghubungi Putri, mengaku paket mereka ditahan Kedutaan Inggris. Untuk meloloskannya, dibutuhkan dana sebesar Rp 570 juta. Semakin lama, jumlah uang yang harus dikeluarkan Putri semakin besar, dan cerita yang dikarang duet Ben dan Christofher semakin tak masuk akal. Berikutnya, Ben mengaku paket investasi mereka ditahan perwakilan International Monetary Fund (IMF) di Indonesia. Untuk menebusnya, Ben minta dikirimi Rp 500 juta. Lagi-lagi permintaan ini pun diikuti Putri.
Terakhir, Ben mengabari paket mereka sudah lolos. Tapi di tengah perjalanan, Ben menelpon lagi. Kali ini, mereka ditangkap Polda Metro Jaya. Seperti biasa, Ben mengaku para polisi ini minta sogokan agar mereka dilepas. Putri diminta menyetor Rp 600 juta. "Total kerugian korban hampir Rp 2 miliar," kata Kepala Unit III Resmob Polda Metro Jaya Komisaris Jerry Raimond yang menangani langsung kasus tersebut.
Setelah lama menunggu Ben dan Christofher yang tak kunjung tiba, akhirya Putri sadar dia telah tertipu. Dia pun melapor ke polisi. Belakangan, polisi berhasil menciduk Ben dan Christofher. Ternyata mereka bukan bule dari London, tapi orang Nigeria, Liberia dan Kamerun yang sudah lama beroperasi di Indonesia.
C.    Analisa Kasus Penipuan Secara Online ditinjau dari Teori Hukum Pidana
Perkembangan dunia teknologi yang sangat pesat telah banyak memberikan dampak positif dan negatif. Dalam pekembangannya teknologi informasi yang semakin canggih telah banyak memberikan kemudahan bagi penggunanya. Begitu pula dampak negatif dari teknologi informasi yang belakangan ini telah banyak memakan korban. Maka sangatlah diuntungkan bagi pengguna media teknologi seperti internet ketika UU ITE di sahkan sebagai UU No. 11 tahun 2008, walaupun banyak kritikan dan penolakan. Namun dengan adanya undang-undang mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini maka memungkinkan dapat meminalisir kejahatan lewat media-media elektronik maupun media online.
Teori yang berkaitan dengan hal ini adalah teori relevansi dari ajaran kausalitas. Ajaran kausalitas adalah suatu ajaran hubungan sebab akibat yang terjadi pada suatu hal. Dalam ilmu hukum pidana penting untuk menentukan mana yang merupakan penyebab terjadinya suatu peristiwa yang oleh hukum pidana dilarang atau penyebab mana yang berakibat terjadinya perkosaan terhadap kepentingan hukum seperti nyawa, kehormatan, harta bensa, dan sebagainya. [8] Pengertian teori relevansi adalah teori yang mengintepretasikan rumusan delik yang bersangkutan. Dari rumusan delik yang hanya memuat akibat yang dilarang dicoba untuk menentukan kelakuan apa yang sekiranya dimaksud pada waktu membuat larangan tersebut. Teori ini mengadakan perbedaan antara pengertian kausal dan pertanggung jawaban, mengenai kausal berpegang pada makna kausal secara ilmu hukum, akan tetapi pertanggung jawaban ditentukan semata-mata menurut pandangan dalam hukum pidana, yakni menurut maksudnya rumusan delik masing-masing pada ketika itu.[9] Jadi, inti dari teori relevansi itu adalah mengenai setiap rumusan delik ditafsirkan dengan Undang-undang atau dihubungkan dengan Undang-Undang yang berlaku.
Berdasarkan kasus yang telah dipaparkan sebelumnya, hal ini merupakan dampak negatif dari adanya kemajuan teknologi informasi. Korban pada kasus tersebut mudah percaya dengan orang lain yang belum dikenal sebelumnya. Bahkan bertatap muka sekalipun belum pernah dilakukan. Karena terbuai dengan janji manis dan rayuan maut dari sang pelaku (pacarnya dari dunia maya), si korban rela memberikan uangnya untuk berbisnis dengan sang pacar. Akan tetapi, karena menemui hal janggal setelah pengiriman uang berkali-kali tanpa ketemu dengan pelaku, akhirnya si korban merasa tertipu dan melaporkannya ke polisi. Karena laporan tersebut, pelaku dijerat pasal 378 dan 28 ayat 1 KUHP jo Pasal 45 ayat 2 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 sampai 12 tahun penjara. Sesuai dengan teori relevansi hukum pidana bahwa setiap delik yang terjadi di hunbungan dan ditafsirkan dengan Undang-Undang yng berlaku yaitu UU ITE dan KUHP.
D.    Hukuman yang Berlaku
Penipuan dalam dunia maya dapat dikenakan hukuman pidana sesuai dengan pasal berapa yang dilanggar dalam aturan hukum. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dengan rumusan pasal sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”[10]
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian korban dalam transaksi dalam dunia cyber terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”[11]
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[12] 
Dua pasal antara KUHP dan UU ITE terdapat perbedaan yaitu rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Akan tetapi, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
Namun, pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut. Hal ini sebagaimana diuangkapkan oleh Kepala Unit III Resmob Polda Metro Jaya Komisaris Jerry Raimond bahwa kedua pelaku dijerat Pasal 378 dan 28 ayat 1 KUHP jo Pasal 45 ayat 2 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman 6 sampai 12 tahun penjara.[13]







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan dunia teknologi yang sangat pesat telah banyak memberikan dampak positif dan negatif. Dalam pekembangannya teknologi informasi yang semakin canggih telah banyak memberikan kemudahan bagi penggunanya. Begitu pula dampak negatif dari teknologi informasi yang belakangan ini telah banyak memakan korban. Maka sangatlah diuntungkan bagi pengguna media teknologi seperti internet ketika UU ITE di sahkan sebagai UU No. 11 tahun 2008. Namun dengan adanya undang-undang mengatur tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini maka memungkinkan dapat meminalisir kejahatan lewat media-media elektronik maupun media online.

B. Saran
            Kita harus lebih berhati-hati dalam bertindak dan jangan mudah percaya dengan orang lain sebelum ada bukti otentik. Gunakanlah media teknologi dan informasi untuk perbuatan yang positif sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.



       [1] UNESCO.“Preface”. Dalam Ugboajah, Frank Okwu, Communication Policies in Nigeria. Paris: 1980, Unesco
       [2] Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 9

        [3] Edi Setiadi, Hukum Pidana Ekonomi, (Fakultas Hukum Unisba, Bandung, 2004), hal 7
       [4] Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di Indonesia, (Refika Aditama; Bandung, 2004), hlm.3
       [5] Budi Rahardjo, Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet, (PT . Insan Komunikasi, Bandung, 2000), hlm.11.
       [8] Triyana Rejekiningsih. 2010. Hukum Pidana dalam Konteks Kewarganegaraan. Surakarta: Laboratorium Prodi PPKN Jurusan PIPS. Hal 35
       [9] ibid, hal 36
       [10] R.Soesilo. 1993. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) . Politeia : Bogor. Hal 260
       [11] Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 28 ayat 1
       [12]  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 45 ayat 2

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum di Indonesia, (Refika Aditama; Bandung, 2004)
Budi Rahardjo, Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet, (PT . Insan Komunikasi, Bandung, 2000)
Edi Setiadi. Hukum Pidana Ekonomi, (Fakultas Hukum Unisba, Bandung, 2004)
Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004)
R.Soesilo. 1993. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) . Politeia : Bogor.
Triyana Rejekiningsih. 2010. Hukum Pidana dalam Konteks Kewarganegaraan. Surakarta: Laboratorium Prodi PPKN Jurusan PIPS.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
UNESCO.“Preface”. Dalam Ugboajah, Frank Okwu, Communication Policies in Nigeria. Paris:
1980, Unesco.
online-journal.unja.ac.id/index.php/jih/article/download/54/43
library.usu.ac.id/download/fh/pid-syahruddin.pdf
id.wikipedia.org/wiki/Penipuan