Pancasila yang causa materialisnya
bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa ini. Nilai-nilai kebudayaan dan religius
telah ada pada bangsa Indonesia yang dirumuskan oleh the founding fathers
bangsa Indonesia yang kemudian disepakati sebagai dasar hidup bersama negara
Indonesia.Nilai-nilai Pancasila merupakan asas dalam kehidupan sosial-budaya
masyarakat Indonesia. Namun akhir-akhir ini nilai-nilai tersebut semakin luntur
karena pengaruh global. Hal ini dapat dilihat banyak ditemukan sikap pragmatis,
individualisme, hedonisme terutama sikap anarkisme dalam berbagai penyelesaian
sosial, politik, kebudayaan bahkan keagamaan. Artinya bangsa kita semakin jauh
dari nilai etika Ketuhanan dan Kemanusiaan yang beradap. Misalnya kasus konflik
sambas, konflik Sampit, Poso, Cikeusik dan peristiwa sosial lainya, namun di
sisi lain muncul gerakan tribalisme yaitu
suatu perkembangan masyarakat yang mengarah pada fanatisme primordial,
sukuisme, kesetiaan pada kelompok, etnisitas, ras, budaya, agama, kepercayaan
bahkan juga kelompok-kelopmpok lain termasuk profesi (Naisbitt, 1994:
16-17). Faktanya pelaksanaan Pemilu Kada
masih terdapat masalah yang berakibat pada konflik horizontal, dan kasus-kasus
lain yang menunjukan betapa semakinlemahnya etika Ketuhanan (Sila I), etika
kemanusiaan yang beradab (sila II), serta lunturnya rasa nasionalisme yang
menekankan etika multikulturalisme (Sila III).
Kebudayaan
menurut Koentjaraningrat adalah segala hal yang dihasilkan oleh manusia sebagai
makluk Tuhan yang berakal. Wujud hasil kebudayaan manusia berupa suatu kompleks
gagasan, ide-ide, dan pikiran manusia yang masih bersifat abstrak. Misalnya
pengetahuan, ideologi, etika, estetika (keindahan), hasil pemikiran manusia
(seperti logika, matematika,aritmetika, geometrika), norma, kaidah dan lainya
sebagainya. Selain itu wujud kebudayaan manusia yang bersifat kongkret berupa
aktivitas manusia dalam masyarakat, saling berinteraksi, sehingga terwujudlah
sistem sosial. Sistem sosial ini tidak lepas dari tatanan nilai sebagai
pedoman. Oleh karena itu pola-pola aktivitas manusia ditentukan oleh tatanan
nilai yang merupakan hasil budaya abstrak manusia. Jika suatu tatanan sosial
bersumber pada sistem nilai dan sistem nilai bersumber pada nilai-nilai agama,
maka sistem sosial budaya masyarakat akan mengandung nilai keagamaan, nilai
kemanusiaan, dan nilai kebersamaan.
Jika
dipahami secara sistematik wujud sistem sosial-kebudayaan dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu (1) Sistem Nilai, (2) Sistem Sosial dan (3) Wujud fisik baik dalam
kebudayaan maupun kehidupan masyarakat. Dalam hubungan ini Pancasila merupakan
core values sistem sosial-kebudayaan masyarakat Indonesia yaitu merupakan suatu
esensi nilai kehidupan sosial-kebudayaan yang multikulturalisme. Oleh karena
itu dalam proses revitalisasi nilai-nilai Pancasila harus meliputi tiga dimensi
tersebut. Sehingga dalam hubungan ini diperlukan suatu proses pembudayaan
nilai-nilai Pancasila.
Selain
itu, kita juga harus mendesak pemerintah untuk melakukan revitalisasi terhadap
kekayaan budaya bangsa. Kita harus membudayakan kepercayaan dan kebanggaan atas
kekhasan dan keunikan kekayaan budaya bangsa sebagai suatu local wisdom dan
local genius bangsa. Dengan sendirinya revitalisasi juga harus diikuti dengan
upaya pembinaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan kekayaan budaya bangsa, bahkan
sektor ini juga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat,
misalnya dikembangkan melalui pariwisata.
0 komentar:
Posting Komentar