Minggu, 24 Maret 2013

UK 1 AGAMA ISLAM



Soal
1.      Bagaimana etika politik pendidikan menurut islam?
2.      Bagaimana etika politik dalam hukum dan perundang-undangan menurut islam?
3.      Bagaimana etika politik perdamaian dalam islam?
4.      Bagaimana etika kehartabendaan menurut islam?
5.      Jelaskan seperti apa perilaku muslimin dan muslimat yang beretika atau bermoral itu?
6.      Korupsi itu apakah bermoral atau beretika? Apa alasannya?
7.      Bagaimana prinsip pembangunan ekonomi menurut moral santri?
8.      Korupsi bisa dikatakan sebagai perilaku mencuri, adakah sanksinya dalam al-quran dan hadist?
9.      Korupsi merupakan aib besar dan dosa besar, jelaskan?
10.  Termasuk jihad kah melawan korupsi?

Jawaban
1.Niat dan tujuan berpolitik dalam pendidikan menurut Islam adalah:

*      Menjadikan iman dan taqwa sebagai landasan politik yang hendak dibangun.
*      Mempunyai kualitas moral dan intelektual, amanah (jujur).
*      Menegakkan keadilan dan kebenaran.
*      Menjalankan Amanah (jujur).
*      Membela kepentingan rakyat.
*      Menyeru kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi munkar).
*      Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas.
*      Profesional.
*      Mempunyai visi yang jelas.
*      Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat.
2.   Etika politik dalam hukum dan perundang-undangan menurut islam telah di jelaskan allah dalam al qur’an,dan rasulullah juga telah menjelaskan dalam hadist beliau. Islam sebagai agama langit yang baik, benar dan sempurna mempunyai sumber ajaran pokok. Sumber pokok dalam Islam adalah Al-Qur'an dan Hadis Nabi .Ayat-ayat yang menjelaskan tentang etika politik dalam hukum dan perundang-undangan menurut islam, antara lain:
*      Menurut Manna Khalil al-Qaththan, dalam karyanya, Wujub Tathbiq asy-Syariah, beliau mengatakan : Seruan (khithab) dalam ayat ini mengandung perintah untuk menyampaikan berbagai amanat kepada kalangan yang berhak. Ketentuan ini bersifat umum menyangkut seluruh amanat. Oleh karena itu, ad-dîn adalah amanat, syariat adalah amanat, kekuasaan berdasarkan syariat adalah amanat dan hakim yang berperan dalam memutuskan suatu perkara juga amanah, dan semua  itu tejadi  dalam dunia politik.
*      Menurut Sayyidina Ali r.a. beliau mengatakan yang artinya "Seorang imam atau hakim wajib menjalankan hukum yang telah allah turunkan dan menunaikan amanat. Jika dia mengerjakan hal ini, maka rakyat wajib mendengar dan menaatinya, sekaligus memenuhi seruannya jika mereka diseru.
*      QS. Al-Hasyr ayat 7, yang artinya “Apa yang diberikan (diajarkan) Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.
*      QS Ali Imran ayat 104, yang artinya Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
Dari ayat-ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa agama Islam juga merupakan wujud dari Sistem dan undang-undang yang berasaskan dua hal :
a.    Ketundukan dan ketaatan secara mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengamalkan seluruh syariat-Nya dan Sunnahnya dan menjadikannya sebagai sumber hukum.
b.    Berlepas diri dari kemusyrikan, dari orang - orang musyrik berikut tata cara kehidupannya.
*      QS Al-Maa’idah ayat 48, yang artinya: “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang

3.      Etika politik perdamaian dalam islam adalah sebagai berikut, dalam kamus besar bahasa Indonesia perdamaian berarti penghentian permusuhan(perselisihan dsb); perihal damai (berdamai). perdamaian adalah prinsip islam yang wajib dijunjung tinggi sebagaimana kata islam yang berasal dari kata as salam yang artinya perdamaian, seperti dalam Quran surah Al Anbiyah ayat 107 yang artinya “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

4.   Etika politik dan kehartabendaan dalam islam:
Dalam QS surat Al-Mulk ayat 15, yang artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Harta merupakan salah satu yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti, pertanggungjawaban harta ada dua, yakni dari mana diperoleh dan untuk apa diamalkan. Karena itu ada tiga prinsip hidup yang harus kita wujudkan dalam kaitan dengan harta sehingga kita tidak termasuk orang yang lupa kepada Allah swt dalam kaitan dengan harta sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (QS Al-Munaafiquun:9). Ketiga prinsip tersebut adalah:
a.       Halal
Allah swt lebih menyukai orang yang mencari rizki yang halal meskipun susah payah daripada orang yang menghalalkan segala cara dengan cara yang mudah sekalipun dan bisa memperolehnya dalam jumlah yang banyak, dalam satu hadits Rasulullah saw bersabda:
ِإنَّ اللهَ تَعَالَى يُحِبُّ أَنْ  يَرَى تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah cinta (senang) melihat hamba-Nya lelah dalam mencari yang halal (HR. Ad-Dailami).
Oleh karena itu, Allah swt melarang manusia mencari harta dengan cara yang bathil (haram), Allah swt berfirman:
 Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al-Baqarah:188).
b.      Thayyib
Sesudah harta diperoleh dengan cara yang halal, prinsip penting yang harus diperhatikan adalah thayyib atau baik, yakni gunakan harta yang kita miliki untuk segala kebaikan. Allah swt berfirman: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” ( QS Al-Israa’ :26-27).
c.       Berkah
Termasuk dalam keberkahan dari harta yang kita miliki adalah rasa cukup untuk kita manfaatkan, seberapapun jumlahnya. Sebagai manusia, kita harus berusaha semaksimal mungkin sehingga apa yang diperoleh bisa disyukurinya. Karena itu, harta yang diperoleh dengan adanya rasa cukup menjadi harta yang terbaik, Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ   ا لرِّزْقِ   ا لْكَفَ  ا فُ
Yang artinya: “Sebaik-baik rizki adalah kecukupan.” (HR. Ahmad)
Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1)      Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatief, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya.
2)      Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.
*         Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada. manusia tidak mampu menciptakan energi,yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Pencipta awal segala energi adalah Allah SWT.
*         Harta sebagi perhiasan  hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta. Allah SWT berfirman: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
*         Harta sebagai ujian keimanan.Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak. (Al-Anfaal : 28)
*         Harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. (At-Taubah : 41, 60  dan Ali Imran : 133-134).
3)      Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a’mal) atau mata pencaharian (ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya.
4)      Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian (At-Takaatsur: 1–2), melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya) (Al-Munaafiquun: 9 ), melupakan shalat dan zakat  (an-Nuur: 37), dan memutuskan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7).
5)      Dilarang menempuh usaha yang haram seperti melalui kegiatan riba  (al-Baqarah: 273–281), perjudian, berjual beli barang yang dilarang atau haram (al-Maa’idah: 90-91), mencuri, merampok, penggasaban (al-Maa’idah: 38 ), curang dalam takaran dan timbangan (al-Muthaffifiin: 1 – 6),melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah: 188 ), dan melalui suap-menyuap (HR Imam Ahmad ).


5.   Perilku muslim atau muslimah yang bermoral:
a.       Perilaku muslim yang beretika dan bermoral
Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim beretika dan bermoral, yaitu :
1)      Salimul Aqidah atau Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus atau selamat).
Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam”. (QS. al-An’aam:162).
2)      Shahihul Ibadah (ibadah yang benar).
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk atau mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
3)      Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh).
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam :4).
4)      Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas).
Mutsaqqoful fikri wajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari atau menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW, yang artinya “Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaihi).
5)      Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat).
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus diperhatikan seorang muslim. Bahkan Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim seperti sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah”. (HR. Muslim).
6)      Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu).
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”. (HR. Hakim).
1.      Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu).
Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8)      Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan).
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9)      Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri).
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
10)  Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain).
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).
Untuk meraih kreteria Pribadi Muslim di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” QS. Al Ankabut : 69).
b.      i Perilaku muslimah yang beretika dan bermoral.
Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi telah menuliskan beberapa sifat, karakter dan kepribadian seorang muslimah yang shalihah secara utuh, sebagaimana yang diajarkan oleh Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak hanya shalihah kepada Rabb-nya, akan tetapi juga shalihah di tengah-tengah keluarganya, rumah tangganya dan masyarakatnya.
1)   Etika muslimah terhadap rabbnya:
a)    Menyakini adanya Allah SWT
b)    Menjauhi Larangan-Nya
c)    Menaati Perintah-Nya
2)Etika muslimah terhadap dirinya sendiri
a)    Aspek jismiyah-jasadiyah :
*   Seimbang dalam makan dan minum
*    Rutin berolahraga
*   Bersih badan dan pakaiannya
*    Memelihara keindahan tubuhnya
b)    Aspek aqliyah (akal) :
*   Senantiasa memelihara akalnya dengan ilmu
*   Apa saja yang hendaknya dipelajari dan ditekuni oleh wanita muslimah
*   Wanita muslimah rajin menuntut ilmu
*   Jauh dari khurafat
*   Tidak pernah berhenti membaca
c)    Aspek ruhiyah (ruh):
*   Iltizam dalam beribadah dan men-tazkiyah jiwanya.
*   Memilih teman-teman dekat yang shalihah dan gemar mengadakan atau menghadiri majelis-majelis iman.
*   Banyak mengucapkan doa dan dzikir yang ma’tsur.
3)   Moral dan etika wanita muslimah terhadap kedua orangtuanya, seperti berbakti kepada kedua orangtuanya.
4)   Etika muslimah terhadap suaminnya, seperti:
a)    Taat dan berbakti kepada suaminya
b)   Membantu suaminya untuk taat kepada Allah
c)    Senantiasa berusaha untuk menyenangkan suaminya
d)   Berhias dan mempercantik diri untuk suaminya
e)    Bersikap lembut dan pandai berterima kasih kepada suaminya
f)    Menyertai suaminya dalam suka dan duka
g)   Menundukkan pandangannya dari selain suaminya
5)   Etika Muslimah terhadap anak-anaknya, seperti:
a)    Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang sebaik-baiknya
b)    Memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya

6.  Korupsi (bahasa Latincorruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi yang secara sengaja dilakukan sendiri atau bersama-sama untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri.perbuatan ini di pandang sebagai  perbuatan yang sangat tidak bermoral.
Dan ada beberapa faktor lain yang menyebabkan pelaku korupsi di  katakan tidak bermoral dan tidak beretika,yaitu :
a.       Mereka menggambil harta yang nyata-nyata bukan milik mereka
b.      Mereka telah melanggar amanah atau menyalahgunakan jabatan untuk melakukan tindak pidana korupsi.
c.       Bertambah banyaknya rakyat miskin, karena uang yang seharusnya menjadi hak mereka telah di korupsi
d.      Pelaku korupsi merupakan sampah masyarakat
e.       Korupsi dinilai sebagai tindakan pengkhianatan.

7.   Bagaimana prinsip pembangunan ekonomi dalam islam yang juga di anut oleh para santri?
Menurut Muhammad Rawas Qal`ahji, ada 13 ciri utama pembangunan ekonomi Islam dan juga di anut oleh para santri yang mengembangkan kemampuan di sektor ekonomi, Ketiga belas prinsip pembangunan ekonomi Islam yang berlandaskan moral santri tersebut adalah :
a.       Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun).
Mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (ra’simaliyah; capitalistic) dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).
b.      Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil).
ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq (etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqa’idiyyah) dan asas-asas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.
c.       Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun).
ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir sebagai ekspresi dari akidah Islamiah (al-`aqidah al-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim menjadi terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. di hari kiamat kelak.
d.      Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun).
ekonomi Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah SWT, dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam konteksnya yang sangat luas dan umum.
e.       Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq).
Islam tidak pernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan, perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan.
f.       Elastis (al-murunah).
Dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Qur’an maupun al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syariat (maqashid as-syari`ah).
g.      Objektif (al-maudhu`iyyah).
Dalam pengertian,Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam berdagang/berbisnis.
h.      Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami).
Hal ini berlainan dengan sistem ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah al-maddiyah),ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
i.        Perekonomian yang stabil/kokoh (iqtishadun bina’un).
Kekhususan ini antara lain dapat dilihat dari kenyataan bahwa Islam mengharamkan praktek bisnis yang membahayakan umat insani apakah itu bersifat perorangan maupun kemasyarakatan seperti pengharaman riba, penipuan, perdagangan khamar dan lain-lain.
j.           Perekonomian yang berimbang (iqtishad mutawazin).
Maksudnya ialah bahwa perekonomian yang hendak diwujudkan oleh Islam adalah ekonomi yang berkeseimbangan (berimbang) antara kepentingan individu dan sosial, antara tuntutan kebutuhan duniawi dan pahala akhirat, serta keseimbangan antara fisik dan psikis, keseimbangan antara sikap boros dan hemat (israf dan taqtir).
k.         Realistis (al-waqi`iyyah).
Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau sekurang-kurangnya tidak berdosa.
l.           Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah SWT.
Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah SWT. Atas dalih apapun, seseorang tidak boleh bertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan (membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik pribadinya.
m.    Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal).
Para pemilik harta perlu memiliki kecerdasan atau kepiawaian dalam mengelola atau mengatur harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya,dan tidak membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal-hal yang akan merugikan orang lain.

8.      Korupsi bisa dikatakan sebagai mencuri, sanksinya ada dalam al qur’an dan hadist.
Islam juga memberikan sanksi sangat berat bagi mereka yang kedapatan korupsi atau mencuri, sebagaimana tersebut dalamal qur’an :
a.        Surat Al Ma’idah ayat 38, yang artinya “Adapun  seorang laki-laki atau seorang perempuan yang kedapatan mencuri, maka potonglah tangan mereka sebagai pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan, dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Di akhirat kelak, hukumannya adalah siksa api neraka.
b.      QS Al baqarah ayat 188, yang artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan cara batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (cara berbuat) dosa padahal kamu mengetahui."
"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu"
c.       QS Hud ayat 84, yang artinya “Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu’aib. Ia berkata:”Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Ilah bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)”.
d.      QS Al A’raf ayat :96
“jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
Di hadist juga disebutkan, antara lain, Sesuai Hadits rasulullah, Rasulullah SAW bersabda "Allah melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses hukum." Dan "Rasulullah SAW melaknati penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya (Al-Hadits)

9.      Korupsi itu merupakan aib besar. Agama melarang adanya korupsi karena korupsi sama saja dengan perbuatan mencuri. Allah melarang tindakan korupsi, seperti berikut:
عبد الله بن عمرو قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لعن الله الراشي والمرتشي
ابن حبان) (رواه
Dari Abdullah ibn Amru berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap. (H.R. Ibnu Hibban)
عن أبي هريرة قال: لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي في الحكم (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah ra. Berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam hukum. (H.R. Turmuzi)
عن ثوبان قال: لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي والرائش يعنى الذي يمشى بينهما (رواه أحمد)
Dari Tsubana berkata, Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap serta al-Raisya yaitu orang yang menjadi perantara keduanya. (H.R. Ahmad). Sehingga bila kita melakukan tindak korupsi maka kita tergolong orang-orang yang dilaknat Allah SWT.
Dari sisi psikologi, korupsi yang dianalogikan sama dengan mencuri itu menimbulkan efek yang negatif bagi pelakunya. Seseorang yang ketahuan mencuri pasti malu, karena akan dikucilkan oleh masyarakat. Selain itu si pencuri akan mendapat predikat yang jelek dan akhirnya akan dijauhi oleh orang-orang karena mereka takut kalau si pencuri akan mencuri lagi. Dengan demikian, apa bedanya dengan korupsi? Korupsi yang dirasa sama dengan mencuri secara otomatis akan mendapatkan efek yang sama. Apalagi, yang namanya korupsi pasti berhubungan dengan keuangan negara. Diamana uang yang dimakan pasti begitu banyak. Pencuri yang mencuri ayam saja sudah begitu jelek, apa lagi dengan koruptor? Oleh karena itu, menurut saya korupsi merupakan aib besar yang sangat memalukan jika koruptor tersebut ketahuan.

10.    Melawan korupsi menurut saya termasuk jihad. Hal tersebut dikarenakan melawan korupsi sama saja melindungi negara. Koruptor adalah perusak dan penghancur bangsa, dengan demikian, bila kita mampu melawan korupsi, maka kita termasuk jihad. Korupsi adalah tinadakan yang mengambil suatu yang bukan menjadi hak nya, jihad adalah membela di jalan Allah. Dengan demikian, bila kita melawan korupsi, kita termsuk jihad, karena melawan korupsi sama saja membela di jalan Allah. Yaitu membela sesuatu yang seharusnya menjadi hak kita. Yaitu uang negara yang seharusnya dijadikan uang untuk membangun negara, bukan untuk dimakan segelintir orang saja. Tapi harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat suatu bangsa.


0 komentar:

Posting Komentar