Soal
1.
Bagaimana
etika politik pendidikan menurut islam?
2.
Bagaimana
etika politik dalam hukum dan perundang-undangan menurut islam?
3.
Bagaimana
etika politik perdamaian dalam islam?
4.
Bagaimana
etika kehartabendaan menurut islam?
5.
Jelaskan
seperti apa perilaku muslimin dan muslimat yang beretika atau bermoral itu?
6.
Korupsi itu apakah bermoral atau beretika? Apa alasannya?
7.
Bagaimana
prinsip pembangunan ekonomi menurut moral santri?
8.
Korupsi
bisa dikatakan sebagai perilaku mencuri, adakah sanksinya dalam al-quran dan
hadist?
9.
Korupsi
merupakan aib besar dan dosa besar, jelaskan?
10. Termasuk jihad kah melawan korupsi?
Jawaban
1.Niat dan tujuan berpolitik dalam pendidikan menurut Islam adalah:
Menjadikan iman dan taqwa sebagai
landasan politik yang hendak dibangun.
Mempunyai kualitas moral dan
intelektual, amanah (jujur).
Menegakkan keadilan dan kebenaran.
Menjalankan Amanah (jujur).
Membela kepentingan rakyat.
Menyeru kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah
kemunkaran (nahi munkar).
Mempunyai kapasitas intelektual dan
berwawasan luas.
Profesional.
Mempunyai visi yang jelas.
Berani berjuang untuk membela
kepentingan rakyat.
2. Etika
politik dalam hukum dan perundang-undangan menurut islam telah di jelaskan
allah dalam al qur’an,dan rasulullah juga telah menjelaskan dalam hadist
beliau. Islam sebagai agama langit yang baik, benar dan sempurna mempunyai
sumber ajaran pokok. Sumber pokok dalam Islam adalah Al-Qur'an
dan Hadis
Nabi .Ayat-ayat yang menjelaskan tentang etika politik dalam
hukum dan perundang-undangan
menurut islam, antara lain:
Menurut Manna Khalil al-Qaththan,
dalam karyanya, Wujub Tathbiq
asy-Syariah, beliau mengatakan : “Seruan (khithab) dalam ayat ini
mengandung perintah untuk menyampaikan berbagai amanat kepada kalangan yang
berhak. Ketentuan ini bersifat umum menyangkut seluruh amanat. Oleh karena itu,
ad-dîn adalah amanat, syariat adalah amanat, kekuasaan berdasarkan syariat adalah
amanat dan hakim yang berperan dalam memutuskan suatu
perkara juga amanah, dan semua itu tejadi dalam dunia politik.”
Menurut Sayyidina Ali r.a. beliau
mengatakan yang artinya "Seorang imam atau hakim wajib menjalankan
hukum yang telah allah turunkan dan menunaikan amanat. Jika dia mengerjakan hal
ini, maka rakyat wajib mendengar dan menaatinya, sekaligus memenuhi seruannya
jika mereka diseru.”
QS. Al-Hasyr ayat 7, yang artinya “Apa yang
diberikan (diajarkan) Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah.”
QS Ali Imran ayat 104, yang artinya
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan
umat yang menyerukan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Dari ayat-ayat diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa agama Islam juga merupakan wujud dari Sistem dan
undang-undang yang berasaskan dua hal :
a.
Ketundukan dan ketaatan secara
mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya dengan mengamalkan seluruh syariat-Nya dan
Sunnahnya dan menjadikannya sebagai sumber hukum.
b.
Berlepas diri dari kemusyrikan,
dari orang - orang musyrik berikut tata cara kehidupannya.
QS Al-Maa’idah ayat 48, yang artinya: “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami
berikan aturan dan jalan yang terang”
3. Etika politik perdamaian dalam islam adalah sebagai berikut, dalam kamus
besar bahasa Indonesia perdamaian berarti penghentian
permusuhan(perselisihan dsb); perihal damai (berdamai). perdamaian adalah prinsip islam yang wajib dijunjung tinggi sebagaimana
kata islam yang berasal dari kata as salam yang artinya perdamaian, seperti
dalam Quran surah Al Anbiyah ayat 107 yang artinya “Dan tiadalah kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
4. Etika
politik dan kehartabendaan
dalam islam:
Dalam QS surat Al-Mulk ayat 15, yang artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Harta merupakan salah satu yang akan dimintai
pertanggungjawaban di akhirat nanti, pertanggungjawaban harta ada dua, yakni
dari mana diperoleh dan untuk apa diamalkan. Karena itu ada tiga prinsip hidup
yang harus kita wujudkan dalam kaitan dengan harta sehingga kita tidak termasuk
orang yang lupa kepada Allah swt dalam kaitan dengan harta sebagaimana
disebutkan dalam firman-Nya: “Hai
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian
Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (QS Al-Munaafiquun:9). Ketiga prinsip tersebut adalah:
a.
Halal
Allah swt lebih menyukai orang yang mencari rizki yang
halal meskipun susah payah daripada orang yang menghalalkan segala cara dengan
cara yang mudah sekalipun dan bisa
memperolehnya dalam jumlah yang banyak, dalam satu hadits Rasulullah saw
bersabda:
ِإنَّ اللهَ
تَعَالَى يُحِبُّ أَنْ يَرَى تَعِبًا فىِ طَلَبِ الْحَلاَلِ
Sesungguhnya Allah cinta
(senang) melihat hamba-Nya lelah dalam mencari yang halal (HR.
Ad-Dailami).
Oleh karena itu, Allah swt melarang manusia mencari
harta dengan cara yang bathil (haram), Allah swt berfirman:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui (QS Al-Baqarah:188).
b. Thayyib
Sesudah harta diperoleh dengan cara yang halal,
prinsip penting yang harus diperhatikan adalah thayyib atau baik, yakni gunakan
harta yang kita miliki untuk segala kebaikan. Allah swt berfirman: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang
dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya.” ( QS Al-Israa’ :26-27).
c.
Berkah
Termasuk dalam keberkahan dari harta yang kita miliki
adalah rasa cukup untuk kita manfaatkan, seberapapun jumlahnya. Sebagai manusia, kita harus berusaha semaksimal mungkin sehingga apa yang
diperoleh bisa disyukurinya. Karena itu, harta yang diperoleh dengan adanya
rasa cukup menjadi harta yang terbaik, Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُ ا لرِّزْقِ ا لْكَفَ ا فُ
Yang artinya: “Sebaik-baik rizki adalah kecukupan.” (HR. Ahmad)
Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta.
Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1)
Pemilik mutlak terhadap segala
sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah SWT.
Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatief, sebatas
untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan
ketentuan-Nya.
2)
Status harta yang dimiliki manusia
adalah sebagai berikut.
Harta sebagai amanah (titipan) dari
Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah karena memang tidak mampu
mengadakan benda dari tiada. manusia tidak mampu menciptakan energi,yang mampu
manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain.
Pencipta awal segala energi adalah Allah SWT.
Harta sebagi perhiasan hidup
yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak
berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki,
menguasai, dan menikmati harta. Allah SWT berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup
di dunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Harta sebagai ujian keimanan.Hal ini
terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai
dengan ajaran Islam ataukah tidak. (Al-Anfaal : 28)
Harta sebagai bekal ibadah, yakni
untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan muamalah di antara sesama
manusia, melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah. (At-Taubah : 41, 60 dan Ali Imran : 133-134).
3)
Pemilikan harta dapat dilakukan
antara lain melalui usaha (a’mal)
atau mata pencaharian (ma’isyah)
yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya.
4)
Dilarang mencari harta, berusaha,
atau bekerja yang dapat melupakan kematian (At-Takaatsur: 1–2), melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya)
(Al-Munaafiquun: 9 ), melupakan
shalat dan zakat (an-Nuur: 37), dan
memutuskan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr: 7).
5)
Dilarang menempuh usaha yang haram
seperti melalui kegiatan riba (al-Baqarah: 273–281), perjudian, berjual beli barang yang
dilarang atau haram (al-Maa’idah:
90-91), mencuri, merampok,
penggasaban (al-Maa’idah: 38 ), curang dalam takaran dan timbangan
(al-Muthaffifiin: 1 – 6),melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:
188 ), dan melalui suap-menyuap (HR Imam Ahmad ).
5. Perilku muslim atau muslimah yang bermoral:
a.
Perilaku muslim yang beretika dan
bermoral
Ada beberapa
karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut
berkepribadian muslim beretika dan bermoral,
yaitu :
1) Salimul
Aqidah atau Aqidatus Salima (Aqidah
yang lurus atau selamat).
Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki
ikatan yang kuat kepada Allah SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta
ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim
akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang
artinya : “Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam”. (QS. al-An’aam:162).
2) Shahihul
Ibadah (ibadah
yang benar).
Shahihul ibadah merupakan
salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau
bersabda: “Shalatlah
kamu sebagaimana melihat aku shalat”. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk atau mengikuti (ittiba’) kepada sunnah Rasul SAW yang
berarti tidak boleh ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi.
3) Matinul
Khuluq (akhlak
yang kokoh).
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam
hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu
penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW
adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung
mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh
Allah SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya yang artinya: “Dan sesungguhnya
kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam :4).
4)
Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas).
Mutsaqqoful fikri wajib
dipunyai oleh pribadi muslim. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan
keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia
dituntut utk mencari atau menuntut
ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW, yang
artinya “Menuntut
ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaihi).
5) Qowiyyul
Jismi (jasmani yg
kuat).
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga
dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat.
Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus
dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Oleh karena itu, kesehatan
jasmani harus diperhatikan seorang muslim. Bahkan
Rasulullah SAW menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim seperti
sabda beliau yang artinya: “Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada
mukmin yang lemah”. (HR.
Muslim).
6) Mujahadatul
Linafsihi (berjuang
melawan hawa nafsu).
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang
dalam melawan hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tidak beriman
seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku
bawa (ajaran Islam)”. (HR.
Hakim).
1. Harishun Ala
Waqtihi (disiplin
menggunakan waktu).
Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan
menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan
seterusnya. Waktu
merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh
karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan
baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang
sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan
momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum
mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan
kaya sebelum miskin.
8) Munazhzhamun
fi Syuunihi (teratur
dalam suatu urusan).
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang
muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan
mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang
dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban,
berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti
mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9) Qodirun Alal
Kasbi (memiliki
kemampuan usaha sendiri/mandiri).
Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya
baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari
segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya
karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim
tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya
agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan
mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah
amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang
sangat tinggi. Dalam kaitan
menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian
apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari
Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya
diperlukan skill atau ketrampilan.
10) Nafi’un
Lighoirihi (bermanfaat
bagi orang lain).
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik
sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan
sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak
mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya
dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik
dalam masyarakatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”. (HR. Qudhy dari Jabir).
Untuk meraih kreteria Pribadi Muslim di atas
membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah
swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih
keridloan-Nya. “Dan orang-orang yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik” QS. Al Ankabut : 69).
b.
Perilaku
muslimah yang beretika dan bermoral.
Dr. Muhammad
Ali Al-Hasyimi telah menuliskan beberapa sifat, karakter dan kepribadian
seorang muslimah yang shalihah secara utuh, sebagaimana yang diajarkan oleh
Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tidak hanya shalihah kepada Rabb-nya, akan
tetapi juga shalihah di tengah-tengah keluarganya, rumah tangganya dan
masyarakatnya.
1) Etika muslimah terhadap rabbnya:
a)
Menyakini adanya Allah SWT
b)
Menjauhi Larangan-Nya
c)
Menaati Perintah-Nya
2)Etika muslimah terhadap dirinya sendiri
a) Aspek
jismiyah-jasadiyah :
Seimbang dalam makan dan minum
Rutin berolahraga
Bersih badan
dan pakaiannya
Memelihara keindahan tubuhnya
b)
Aspek aqliyah
(akal) :
Senantiasa
memelihara akalnya dengan ilmu
Apa saja
yang hendaknya dipelajari dan ditekuni oleh wanita muslimah
Wanita muslimah
rajin menuntut ilmu
Jauh dari
khurafat
Tidak pernah
berhenti membaca
c)
Aspek ruhiyah (ruh):
Iltizam
dalam beribadah dan men-tazkiyah jiwanya.
Memilih
teman-teman dekat yang shalihah dan gemar mengadakan atau menghadiri
majelis-majelis iman.
Banyak
mengucapkan doa dan dzikir yang ma’tsur.
3) Moral dan etika wanita muslimah terhadap kedua orangtuanya, seperti
berbakti kepada kedua orangtuanya.
4)
Etika muslimah terhadap
suaminnya, seperti:
a)
Taat dan berbakti kepada suaminya
b)
Membantu suaminya untuk taat kepada
Allah
c)
Senantiasa berusaha untuk
menyenangkan suaminya
d)
Berhias dan mempercantik diri untuk
suaminya
e)
Bersikap lembut dan pandai berterima
kasih kepada suaminya
f)
Menyertai suaminya dalam suka dan
duka
g)
Menundukkan pandangannya dari selain
suaminya
5)
Etika Muslimah terhadap
anak-anaknya, seperti:
a) Mendidik
anak-anaknya dengan pendidikan yang sebaik-baiknya
b) Memberikan
kasih sayang kepada anak-anaknya
6. Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat
publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik
yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi adalah tingkah
laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi yang secara sengaja dilakukan
sendiri atau bersama-sama untuk memperoleh keuntungan berupa status, kekayaan
atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok sendiri.perbuatan ini
di pandang sebagai perbuatan yang sangat
tidak bermoral.
Dan
ada beberapa faktor lain yang menyebabkan pelaku korupsi di katakan tidak bermoral dan tidak beretika,yaitu
:
a. Mereka
menggambil harta yang nyata-nyata bukan milik mereka
b. Mereka
telah melanggar amanah atau menyalahgunakan jabatan untuk melakukan tindak
pidana korupsi.
c. Bertambah
banyaknya rakyat miskin,
karena uang yang seharusnya
menjadi hak mereka telah di korupsi
d. Pelaku
korupsi merupakan sampah masyarakat
e.
Korupsi dinilai sebagai tindakan
pengkhianatan.
7. Bagaimana prinsip pembangunan
ekonomi dalam islam yang juga di anut oleh para santri?
Menurut
Muhammad Rawas Qal`ahji, ada 13 ciri
utama pembangunan ekonomi Islam dan juga di anut oleh para santri yang mengembangkan kemampuan
di sektor ekonomi, Ketiga belas prinsip pembangunan ekonomi Islam yang
berlandaskan moral santri tersebut adalah :
a. Ekonomi
Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun).
Mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan
tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana
terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi
lainnya yakni kapitalis (ra’simaliyah; capitalistic) dan sosialis (syuyu`iyah;
socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas
konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).
b. Dalam Islam,
ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan
(juz’un min al-Islam as-syamil).
ekonomi itu
hanya merupakan salah satu bagian atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang
bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka ini artinya tidaklah mungkin
memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan
yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu
agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi
Islam tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem
akidah dan sistem akhlaq (etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan
dibahas pada waktunya nanti, mengapa ekonomi Islam tetap dibangun di atas
asas-asas akadiah (al-asas al-`aqa’idiyyah) dan asas-asas etika-moral (al-asas
akhlaqiyyah) yang lainnya.
c.
Ekonomi berdimensi akidah atau
keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun).
ekonomi
Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir sebagai ekspresi dari akidah Islamiah
(al-`aqidah al-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban
terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim menjadi
terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain
walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan dunianya karena lebih
cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. di hari kiamat kelak.
d.
Berkarakter ta`abbudi (thabi`un
ta`abbudiyun).
ekonomi
Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani),
dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya
adalah berarti ketaatan kepada Allah SWT, dan setiap
ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan
aturan-aturan ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung
nilai-nilai ibadah dalam konteksnya yang sangat luas dan umum.
e.
Terkait erat dengan akhlak
(murtabithun bil-akhlaq).
Islam tidak
pernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga
tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa
akhlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan
aktivitas ekonomi seperti perdagangan, perkreditan dan lain-lain yang
semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di dalam ekonomi non
Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari kendali
akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam
secara keseluruhan.
f.
Elastis (al-murunah).
Dalam
pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Kekhususan al-murunah
ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Qur’an maupun al-Hadits, yang
keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin
ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang
bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian Islam secara global.
Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan
sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syari’at (maqashid as-syari`ah).
g.
Objektif (al-maudhu`iyyah).
Dalam
pengertian,Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif
dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya adalah
merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi
tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan
lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat.
Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke
dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam berdagang/berbisnis.
h.
Memiliki target sasaran/tujuan yang
lebih tinggi (al-hadaf as-sami).
Hal ini
berlainan dengan sistem ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar
kepuasan materi (ar-rafahiyah al-maddiyah),ekonomi Islam memiliki sasaran yang
lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi
(berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
i.
Perekonomian yang stabil/kokoh
(iqtishadun bina’un).
Kekhususan
ini antara lain dapat dilihat dari kenyataan bahwa Islam mengharamkan praktek
bisnis yang membahayakan umat insani apakah itu bersifat perorangan maupun
kemasyarakatan seperti pengharaman riba, penipuan, perdagangan khamar dan
lain-lain.
j.
Perekonomian yang berimbang
(iqtishad mutawazin).
Maksudnya
ialah bahwa perekonomian yang hendak diwujudkan oleh Islam adalah ekonomi yang
berkeseimbangan (berimbang) antara kepentingan individu dan sosial, antara
tuntutan kebutuhan duniawi dan pahala akhirat, serta keseimbangan antara fisik
dan psikis, keseimbangan antara sikap boros dan hemat (israf dan taqtir).
k.
Realistis (al-waqi`iyyah).
Prakiraan
(forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara
teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal tertentu,
sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal
yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek
jual-beli barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam
keadaan darurat (ada kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi
diturunkan statusnya menjadi boleh atau sekurang-kurangnya tidak berdosa.
l.
Harta kekayaan itu pada hakekatnya
adalah milik Alah SWT.
Dalam
prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta
kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam
Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus diklola dan dimanfaatkan
sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah SWT. Atas dalih apapun,
seseorang tidak boleh bertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan
(membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan
itu milik pribadinya.
m.
Memiliki kecakapan dalam mengelola
harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal).
Para pemilik
harta perlu memiliki kecerdasan atau kepiawaian dalam mengelola atau mengatur
harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan
harta kepada orang yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya,dan tidak
membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak
menggunakannya pada hal-hal yang akan merugikan orang lain.
8. Korupsi bisa
dikatakan sebagai mencuri, sanksinya ada dalam al qur’an dan hadist.
Islam
juga memberikan sanksi sangat berat bagi mereka yang kedapatan korupsi atau
mencuri, sebagaimana tersebut dalamal qur’an :
a.
Surat Al Ma’idah ayat 38, yang artinya “Adapun seorang laki-laki atau seorang perempuan yang
kedapatan mencuri, maka potonglah tangan mereka sebagai pembalasan bagi apa
yang telah mereka kerjakan, dan sebagai siksaan dari Allah SWT. Di
akhirat kelak, hukumannya adalah siksa api neraka.”
b.
QS Al baqarah ayat 188, yang artinya: "Dan
janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
cara batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (cara
berbuat) dosa padahal kamu mengetahui."
"Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara
batil, kecuali dengan cara perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu"
c.
QS Hud ayat 84, yang artinya “Dan kepada
(penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu’aib. Ia berkata:”Hai kaumku,
sembahlah Allah, sekali-kali tiada Ilah bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu
kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang
baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang
membinasakan (kiamat)”.
d.
QS Al A’raf ayat :96
“jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.
Di hadist juga disebutkan, antara lain, Sesuai Hadits rasulullah, Rasulullah SAW
bersabda "Allah melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses
hukum." Dan "Rasulullah SAW
melaknati penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya (Al-Hadits)
9.
Korupsi
itu merupakan aib besar. Agama melarang adanya korupsi karena korupsi sama saja
dengan perbuatan mencuri. Allah melarang tindakan korupsi, seperti berikut:
عبد الله بن عمرو قال سمعت رسول
الله صلى الله عليه وسلم يقول لعن الله الراشي والمرتشي
ابن
حبان) (رواه
Dari
Abdullah ibn Amru berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah
melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap. (H.R. Ibnu Hibban)
عن أبي
هريرة قال: لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي في الحكم (رواه الترمذي)
Dari Abu Hurairah ra. Berkata:
Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap dalam hukum.
(H.R. Turmuzi)
عن ثوبان قال:
لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشي والمرتشي والرائش يعنى الذي يمشى بينهما (رواه أحمد)
Dari
Tsubana berkata, Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap dan yang menerima
suap serta al-Raisya yaitu orang yang menjadi perantara keduanya. (H.R.
Ahmad). Sehingga
bila kita melakukan tindak korupsi maka kita tergolong orang-orang yang
dilaknat Allah SWT.
Dari sisi psikologi, korupsi
yang dianalogikan sama dengan mencuri itu menimbulkan efek yang negatif bagi
pelakunya. Seseorang yang ketahuan mencuri pasti malu, karena akan dikucilkan
oleh masyarakat. Selain itu si pencuri akan mendapat predikat yang jelek dan
akhirnya akan dijauhi oleh orang-orang karena mereka takut kalau si pencuri
akan mencuri lagi. Dengan demikian, apa bedanya dengan korupsi? Korupsi yang
dirasa sama dengan mencuri secara otomatis akan mendapatkan efek yang sama.
Apalagi, yang namanya korupsi pasti berhubungan dengan keuangan negara. Diamana
uang yang dimakan pasti begitu banyak. Pencuri yang mencuri ayam saja sudah
begitu jelek, apa lagi dengan koruptor? Oleh karena itu, menurut saya korupsi
merupakan aib besar yang sangat memalukan jika koruptor tersebut ketahuan.
10.
Melawan
korupsi menurut saya termasuk jihad. Hal tersebut dikarenakan melawan korupsi
sama saja melindungi negara. Koruptor adalah perusak dan penghancur bangsa,
dengan demikian, bila kita mampu melawan korupsi, maka kita termasuk jihad.
Korupsi adalah tinadakan yang mengambil suatu yang bukan menjadi hak nya, jihad
adalah membela di jalan Allah. Dengan demikian, bila kita melawan korupsi, kita
termsuk jihad, karena melawan korupsi sama saja membela di jalan Allah. Yaitu
membela sesuatu yang seharusnya menjadi hak kita. Yaitu uang negara yang
seharusnya dijadikan uang untuk membangun negara, bukan untuk dimakan
segelintir orang saja. Tapi harus bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat suatu
bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar