Soal
1. Apa
syarat-syarat penambahan wilayah itu bisa dibenarkan menurut hukum
internasional? 2. Mungkinkah penambahan wilayah dengan cara tersebut terjadi pada masa sekarang ini? Berikan argumentasinya!
Jawab
1.
Syarat-syarat penambahan wilayah ada yang dibenarkan
dan tidak dibenarkan menurut hukum internacional. Untuk lebih jelasnya, kita
lihat pengertian cara-cara perolehan wilayah oleh suatu negara sebagai berikut.
Cara-cara perolehan wilayah oleh suatu negara:
a)
AKRESI atau PERTAMBAHAN (accretion). Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah.
Misalnya terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai;
mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai;
terbentuknya pulau baru disebabkan oleh letusan gunung berapi. Contoh: negara
Mesir yang merupakan endapan sungai Nil. Cara ini dibenarkan oleh hukum
internacional karena tidak menggunakan kekerasan.
b)
CESSI
(cession). Perolehan
tambahan kedaulatan wilayah melalui suatu proses peralihan hak atau dapat
dikatakan setiap transaksi yang bermaksud mengalihkan kedaulatan wilayah ke
negara lain. Dengan adanya Cesi maka beralihlah semua hak kedaulatan dari
negara yang mengalihkan kepada negara yang menerima pengalihan. Cesi dapat
terjadi dengan;
·
Paksaan Kalah perang,
misalnya peralihan wilayah Elsace-Lorraine dari Perancis kepada Jerman pada
1871.
·
Sukarela, misalnya penjualan
Alaska dari Rusia kepada Amerika Serikat pada tahun 1867.
Proses terjadinya cesi ada yang
menggunakan kekerasan dulu sehingga memperoleh wilayah. Hal ini tidak sesuai
dengan hukum internasional.
c)
OKUPASI atau PENDUDUKAN (occupation). Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di
bawah kedaulatan negara manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan. Penguasaan tersebut harus
dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus
terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari
kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan
simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya
dengan pemasangan bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan saja tidak cukup
kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya
memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut mempunyai arti
yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka
waktu tertentu. Contoh: sengketa Pulau Miangas antara Indonesia dengan
Filiphina. Indonesia melakukan okupasi dengan cara pemberian Kartu Tanda
Penduduk, pembangunan perusahaan listrik tenaga disel, dan pemasangan
simbol-simbol negara.[1]
Okupasi atau pendudukan tidak menggunakan kekerasan
dalam proses penambahan wilayah sehingga dapat dibenarkan oleh hukum
internacional.
d)
PRESKRIPSI. Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara
secara de facto dan damai untuk kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra
nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada di bawah kedaulatan
negara lain. Syarat preskripsi ada dua, yaitu tidak ada protes dari pemilik
terdahulu dan adanya pelaksanaan hak kedaulatan untuk jangka waktu lama.
e)
ANEKSASI atau PENAKLUKAN (annexation). Perolehan kedaulatan wilayah yang dipaksakan, dengan
dua bentuk keadaan: pertama, apabila wilayah yang dianeksasi telah ditundukkan
oleh negara yang menganeksasi tanpa adanya pengumuman kehendak. Kedua, apabila
wilayah yang dianeksasi dalam kedudukan yang benar-benar berada dibawah negara
yang menganeksasi pada waktu diumumkannya kehendak aneksasi negara tersebut. Cara
ini umumnya bisa terjadi dan diakui sebelum tahun 1928 ketika the Briand-Kellog ditandatangani. Akan
tetapi, setelah adanya Piagam PBB yang melarang adanya kekerasan dalam
penambahan wilayah sesuai pasal 2 ayat 4 maka hukum internacional tidak
membenarkan dan melarang secara keras penambahan wilayah dengan aneksasi.
f)REFERENDUM.
Cara perolehan wilayah melalui pilihan kemauan penduduk wilayah yang
bersangkutan. Hal ini dapat dibenarkan oleh hukum internacional. Contoh:
Indonesia memperoleh Papua Barat.
Jadi,
menurut hukum internacional syarat penambahan wilayah ada yang dibenarkan yaitu
okupasi, akresi, preskripsi, dan referéndum. Sedangkan cessi dan aneksasi
kurang sesuai karena ada kekerasan dalam prosesnya yang dilarang oleh Piagam
PBB pada pasal 2 ayat 4.
2.
Menurut saya, ada kemungkinan terjadi penambahan
wilayah dengan cara tersebut pada masa sekarang ini. Misalnya dengan referéndum, contohnya ada gerakan
organisasi papua merdeka yang sedang berusaha untuk memisahkan diri dari negara
Indonesia. Alasannya ada ketidakpuasan dan ketidakadilan terhadap pemerintahan
Indonesia.
Apabila
hal itu benar-benar terjadi maka akan terbentuk negara papua yang baru.
Sehingga dapat dibuktikan bahwa cara penambahan wilayah dengan referéndum masih dapat terjadi pada masa
sekarang ini.
0 komentar:
Posting Komentar