Minggu, 24 Maret 2013

RANGKUMAN ASAS HUKUM PIDANA, HUKUM ACARA PERDATA, DAN HUKUM ACARA PIDANA



ASAS-ASAS HUKUM PIDANA

A.  PENGERTIAN HUKUM PIDANA
Hukum yang hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Pengertian kepentingan umum, yaitu:
1.      Badan dan peraturan perundangan negara, seperti negara, lembaga negara, pejabat negara, pegawai negeri, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
2.      Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu: jiwa, raga, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik.
Perbedaan pelanggaran dan kejahatan, yaitu:
1.      Pelanggaran adalah mengenai hal-hal kecil, diancam dengan denda.
2.      Kejahatan adalah mengenai soal-soal besar, seperti pembunuhan, pencurian, dan lain-lain.
Contoh pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum berkenaan dengan :
1.      Badan/Peraturan Perundangan Negara, misalnya pemberontakan, penghinaan, tidak membayar pajak, melawan pegai negeri yang sedang menjalankan tugasnya.
2.      Kepentingan umum tiap manusia, misalnya
*   Terhadap jiwa : pembunuhan
*   Terhadap tubuh : penganiayaan
*   Terhadap kemerdakaan : penculikan
*   Terhadap kehormatan : penghianaan
*   Terhadap milik : pencurian
B.  RIWAYAT HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku sejak 1 Januari 1918, dibuat pada zaman Hindia Belanda. Berdasarkan pasal II aturan peralihan dari UUD 1945 yo pasal 142 UUDS 1950 maka sampai saat ini masih diberlakukan KUHP tersebut karena sampai saat ini belum diberlakukan KUHP yang baru. Akan tetapi, isinya telah berubah sesuai keperluan nasional bangsa Indonesia. Perubahan yang penting dari KUHP Hindia Belanda diadakan dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1946. Maka, pada tanggal 1 Januari 1918 berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk indonesia (Unifikasi Hukum Pidana). Sebelum tanggal 1 Januari 1918 berlaku dua KUHP yaitu:
1.      Satu untuk golongan Indonesia
2.      Satu untuk golongan Eropa
KUHP disusun diselaraskan dengan hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrecht), hukum Pidana belanda diselaraskan dengan Code Penal (Perancis).
C.  PEMBAGIAN HUKUM PIDANA
Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut:
1.      Hukum Pidana Obyektif/Jus Punale, dibagi dua, yaitu:
a.    hukum pidana material (mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum)
b.    hukum pidana formal (hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana, merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Material)
2.      Hukum Pidana Subyektif/Jus Puniendi (hak negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan Hukum Pidana Obyektif)
3.      Hukum Pidana Umum (berlaku pada setiap penduduk siapapun juga kecuali tentara)
4.      Hukum Pidana Khusus(hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu), dibagi dua,yaitu:
a.    Hukum Pidana Militer (berlaku khusus untuk anggota militer)
b.    Hukum Pidana Pajak (berlaku khusus untuk perseroan dan mereka yang membayar pajak/wajib pajak)
D.  TUJUAN HUKUM PIDANA
Tujuan Hukum Pidana memberi sistem dalam ahan-bahan yang banyak dari hukum itu. Bisa sebagai ilmu pengetahuan hukum, ilmu pengetahuan kemasyarakatan, sebagai ilmu pengetahuan sosial. Hukum Pidana mempunyai ilmu pengetahuan pembantu, antara lain:
Anthropologi, filsafat, ethica, statistik, medicina forensic, psychiatrie, dan kriminologi.
Yang banyak digunakan adalah ilmu pengetahuan kriminologi untuk membantu hukum pidana. Perbedaan antara hukum pidana dan kriminologi adalah hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan yang tinjauannya dilakukan dari sudut pertanggung jawaban manusia tentang perbuatan yang dapat dihukum. Sedangkan kriminologi ilmu pengetahuan yang mencari apa dan sebabnya dari kejahatan dan berusaha untuk memberantasnya.
Krimnologi dapat dibagi ke dalam:
1.      Anthropologi-kriminologi : ilmu pengetahuan yang mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri fisik penjahat.
2.      Sosiologi-kriminil : lmu pengetahuan yang mencari sebab-sebab kejahatan di dalam masyarakat. Misal, dalam keadaan ekonomi sulit, upah rendah, tempat tinggal kumuh.
3.      Politik-kriminil : ilmu pengetahuan yang mencari cara-cara untuk memberantas kajahatan.
4.      Statistik-kriminil : ilmu pengetahuan mencatat tentang kejadian dan macam-macam kejahatan.
E.   TEORI HUKUM PIDANA
Teori Hukum Pidana dibagi tiga, yaitu
1.      Teori Mutlak (teori ini mengatakan bahwa hukuman harus dianggap sebagai suatu pembalasan)
2.      Teori Relatif (teori ini memandang bahwa yang menjadi dasar bukan pembalasan tetapi tujuan hukuman, dengan kata lain mencari manfaat daripada hukuman); teori relatif modern (dasar hukuman adalah tujuan untuk menjamin ketertiban hukum)
3.      Teori Gabungan (mencakup dasar hukuman dari teori mutlak dan relatif, maksudnya dasar hukumannya pembalasan dan manfaat dari hukuman itu sendiri).
F.   KEKUASAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA INDONESIA
Kekuasaan berlakunya Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, dibagi dua :
1.      Bersifat negatif (mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana berhubung dengan waktu)
2.      Bersifat positif (mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana berhubung dengan tempat), dalam hal ini memuat empat asas, yaitu:
*   Asas teritorial (berlaku terhadap setiap orang yang melakukan kejahatan di wilayah NKRI)
*   Asas nasional yang aktif (berlaku terhadap WNI diluar negeri)
*   Asas nasional yang pasif/asas perlindungan (UU Hukum Pidana berkuasa mengadakan penuntutan terhadap siapapun juga diluar negeri RI juga terhadap orang asing di luar negara RI)
*   Asas universal (Undang-undang Hukum Pidana berlaku terhadap kejahatan yang bersifat merugikan keselamatan internasional yang terjadi di daerah yang tidak bertuan)
G. SISTEMATIKA KUHP
1.  Buku I berkepala aturan umum terdiri dari 9 bab.
2.  Buku II berkepala kejahatan yang terdiri dari 31 bab yang memuat 400 pasal.
3.  Buku III berkepala pelanggaran yang terdiri dari 10 bab kurang lebih 100 pasal.
Isi pokok KUHP adalah aturan umum, perbuatan yang dapat dihukum, sifat hukum dari kejahatan, pembagian kejahatan dan pelanggaran yang terdiri dari:
1.      Delik formil, kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana telah dilakukan.
2.      Delik materiil, yang dilarang oleh UU ialah akibatnya :
a.       Delicta commissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan UU
b.      Delicta ommisionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan  UU
c.       Delicta commissionos per ommissionem commisa, dinamakan juga delik ommisie tidak lengkap
d.      Delik yang dilakukan dengan sengaja
e.       Delik yang dilakukan karena culpa (kesalahan orang yang menimbulkan matinya seseorang) dan unsur-unsur tindak pidana

ASAS HUKUM ACARA PENGADILAN

A.  PENGERTIAN HUKUM ACARA
Hukum Acara atau Hukum Formal adalah rangkaian kaedah hukum yang mengatur cara-cara bagaimana mengajukan sesuatu hukum ke badan peradilan dan cara Hakim memberikan putusan.
Hukum Acara Pengadilan terdiri dari:
1.              Hukum Acara Perdata
2.              Hukum Acara Pidana
3.              Dalam Hukum Acara Pengadilan berlaku asas-asas pengadilan, yaitu:
a.    Dilarang main hakim sendiri;
b.    Hukum acara harus tertulis dan dikodifikasikan;
c.    Kekuasaan pengadilan harus bebas dari pengaruh kekuasaan badan negara lainnya;
d.   Semua putusan pengadilan harus berisi dasar hukum;
e.    Sidang pengadilan terbuka untuk umum (kecuali ditetapkan oleh UU), dan keputusan hakim harus dinyatakan dalam sidang terbuka.
B.  PELAKSANAAN HUKUM ACARA PERDATA
Sumber Hukum Acara Perdata:
1.    Reglemen Hukum Acara Perdata
2.    Reglemen Indonesia yang Diperbarui (RIB)
3.    Reglemen Hukum untuk Daerah Seberang
Pelaksanaan Hukum Acara Perdata:
Penggugat mengajukan surat gugatan ke Panitera Pengadilan Negeri setempat. Kemudian pengadilan, pertama-tama didamaikan, jika tercapai perdamaian maka dibuatkan akte perdamaian. Apabila tidak dapat didamaikan maka surat gugatan dibacakan. Setelah kedua belah pihak  memberikan keterangan atau saksi-saksi atau bukti. Maka, ketua pengadilan akan memutuskan: siapa yang benar, yang sifatnya menerima gugatan dan berarti penggugat yang memang menang. Atau menolak yang berarti penggugat dikalahkan.  Pihak yang kalah wajib membayar ongkos-ongkos perkara. Putusan hakim Pengadilan Negeri itu dapat dimintakan banding kepada Pengadilan Tinggi.adapun putusan hakim pengadilan dalam bidang keperdataan dapat merupakan:
1.      Keputusan deklator (keputusan yang menguatkan terhadap hak seseorang)
2.      Keputusan konstitutif (keputusan yang menimbulkan hukum baru)
3.      Keputusan kondemnator (keputusan penetapan hukuman terhadap salah satu pihak)
Alat-alat Pembuktian dalam hukum acara perdata, yaitu bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
C.  PELAKSANAAN HUKUM ACARA PIDANA
Proses pelaksanaan acara pidana terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:
1.      Pemeriksaan pendahuluan
2.      Pemeriksaan dalam bidang pengadilan
3.      Pelaksanaan hukuman
Dalam pemeriksaan pendahuluan dilakukan penyelidikan dan pengusutan dalam pemeriksanaan ini dipergunakan asas:
1.      Asas kebenaran materiil (kebenaran dan kenyataan) yaitu usaha-usaha yang ditunjukkan untuk mengetahui apakah benar-benar terjadi.
2.      Asas inkwisitor, yaitu bahwa si tersangka tersangka hanyalah merupakan obyek dalam pemeriksaan, tidak mempunyai hak apa-apa dan segala tindakan dilakukan dalam keadaan yang tidak terbuka untuk umum.
Pemeriksaan dalam sidang pengadilan bersifat akusator, artinya si terdakwa mempunyai kedudukan sebagai pihak yang sederajat menghadapi lawannya(penuntut umum). Menurut R.I.B. Keputusan Hakim (vonnis) dapat berupa:
1.      Pembebasan dari segala tuduhan apabila sidang Pengadilan menganggap bahwa perkara tersebut kurang cukup bukti-bukti.
2.      Pembebasan dari segala tuntutan hukum apabila perkara yang diajukan itu dapat dibuktikan akan tetapi tidak merupakan kejahatan maupunpelanggaran.
3.      Menjatuhkan pidana (hukuman) apabila tindak pidana itu dapat dibuktikan bahwa terdakwa yang melakukan dan hakim mempunyai keyakinan dan kebenarannya.
Keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat harus dilaksanakan dengan segera dan oleh atau atas perintah jaksa. Oleh jaksa apabila keputusan itu mengenai hukuman denda dan penyitaan barang tertentu dan terhukum. Atas perintah jaksa jika mengenai hukuman lainnya.
Macam-macam Pengadilan di Indonesia:
1.      Pengadilan Umum
a.    Pengadilan umum
·      Pengadilan Negeri
·      Pengadilan Tinggi
·      Pengadilan Agung
b.    Pengadilan khusus
·      Pengadilan agama
·      Pengadilan Adat
·      Pengadilan Administreasi Negara
2.      Pengadilan Militer
·      Pengadilan Tentara
·      Pengadilan Tentara Tinggi
·      Pengadilan Tentara Agung


ASAS HUKUM ACARA PIDANA

Asas-asas Hukum Acara Pidana:
1.   Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
2.   Melakukan usaha pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rangka pelaksanaan secara nyata dari wawasan nusantara, demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana tercantum dalam GBHN.
3.   Pembangunan itu dimaksudkan agar masyarakat menghayati hak dan kewajiban nya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksanaan penegak hukum.
4.   Hukum acara pidana dihubungkan dengan dan UU No 9, tambahan lembaran negara no 18 serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana perlu dicabut, karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
5.   Oleh karena itu perlu mengadakan UU tentang hukum acara pidana.
·         Penyidik adalah pejabat polisi negara atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan.
·          Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU untuk mencari serta mengumpulkan bukti guna menemukan tersangka.
·         Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara yang karena diberi wewang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan.
·         Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindakan guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan.
·          Penuntut umum adalah jaksa yag diberi wewenang oelah UU untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Jenis penahanan menurut pasal 22 KUHP:
1.   Penahanan rumah tahanan negara
2.   Penahanan rumah
3.   Penahanan kota
Penggeledahan dapat dilakukan di beberapa tempat:
1.   Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau ada dan yang ada di atasnya.
2.   Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau ada.
3.   Di tempat tendak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya
4.   Di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
1.   Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh/sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
2.   Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
3.   Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
4.   Benda yang khusus dibuat untuk melakukan tindak pidana.
5.   Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Tersangka berhak mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. Untuk mempersiapkan pembelaan:
1.   Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya
2.   terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yanag didakwakan kepadanya.
Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
1.     Pemeriksaan tersangka
2.     Penangkapan
3.     Penahanan
4.     Penggeledahan
5.     Pemasukan rumah
6.     Penyitaan benda
7.     Pemeriksaan surat
8.     Pemeriksaan saksi
9.     Pemeriksaan di tempat kejadian
10.   Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan
11.   Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam UU.
Dalam KUHAP pasal 77 ditegaskan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU tentang:
1.     Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
2.     Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding. Mahkamah agung berwenang mengadili semua perkara pidana yang dimintakan kasasi.
Ganti kerugian karena ditangkap atau ditahan tanpa alasan yang sah diatur dalam pasal 95 KUHAP sebagai berikut:
1.     Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dekenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan UU/karena kekeliruan mengenai orangnya/hukum yang diterapkan.
2.     Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan/penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan UU/karena kekeliruan mengenai orang/hukum yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pengadilan negeri diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77.
3.     Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat 1 diajukan oleh tersangka, terdakwa atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
4.     Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti rugi kerugian tersebut pada ayat 1 ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.
5.     Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebgaimana tersebut pada ayat 4 mengikuti acara praperadilan.
Menurut pasal 97 KUHAP, seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusnya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penyelidik dan penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan yang diperlukan. Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil member alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.
Dalam hal pemeriksaan saksi dalam pasal 116 KUHP menegaskan bahwa:
1.     Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apaila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan.
2.     Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya.
3.     Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya bilaman ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.
4.     Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi tersebut.
Kecuali ditentukan lain dalam UU, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
1.     Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
2.     Saudara deri terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunya hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
3.     Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama menjadi terdakwa.
Alat bukti yang sah dalam acara pidana ialah:
1.     Keterangan saksi
2.     Keterangan ahli
3.     Surat
4.     Petunjuk
5.     Keterangan terdakwa
Segera setelah putusan pidana diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu:
1.     Hak segera menerima ataus segera menolak putusan
2.     Hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan
3.     Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan
4.     Hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding
5.     Hak mencabut pernyataan
Menurut pasal 255 KUHAP dalam hal suatu putusan dibatalkan karena:
1.     Karena peraturan hukum tidak ditetapkan sebagaimana mestinya
2.     karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU
3.     Karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Pasal 259 KUHAP menegaskan bahwa demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada MA, dapat mengajukan 1 kali permohonan kasasi oleh jaksa agung.
Apabila MA membenarkan alasan pemohon, MA membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
1.     Putusan bebas
2.     Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
3.     Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
4.     Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Sejak tanggal 31 Desember 1981, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan UU dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada UU tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
·         Yang dimaksud semua perkara adalah perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan.
·         Yang dimaksud dengan ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut dalam UU tertentu ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain:
1)      UU tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tingkat pidana ekonomi (UU no 7 Drt. Tahun 1955)
2)      UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (UU no 3 tahun 1971)

2 komentar:

Unknown mengatakan...

nice posting

Unknown mengatakan...

makasih :)

Posting Komentar