ASAS-ASAS
HUKUM PIDANA
A. PENGERTIAN
HUKUM PIDANA
Hukum yang hanya
mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan
atau siksaan.
Pengertian kepentingan
umum, yaitu:
1.
Badan dan peraturan
perundangan negara, seperti negara, lembaga negara, pejabat negara, pegawai
negeri, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
2.
Kepentingan hukum tiap
manusia, yaitu: jiwa, raga, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik.
Perbedaan pelanggaran
dan kejahatan, yaitu:
1.
Pelanggaran adalah
mengenai hal-hal kecil, diancam dengan denda.
2.
Kejahatan adalah
mengenai soal-soal besar, seperti pembunuhan, pencurian, dan lain-lain.
Contoh pelanggaran
kejahatan terhadap kepentingan umum berkenaan dengan :
1.
Badan/Peraturan
Perundangan Negara, misalnya pemberontakan, penghinaan, tidak membayar pajak,
melawan pegai negeri yang sedang menjalankan tugasnya.
2.
Kepentingan umum tiap
manusia, misalnya
Terhadap
jiwa : pembunuhan
Terhadap
tubuh : penganiayaan
Terhadap
kemerdakaan : penculikan
Terhadap
kehormatan : penghianaan
Terhadap
milik : pencurian
B. RIWAYAT
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana yang berlaku sejak 1 Januari 1918, dibuat pada zaman Hindia
Belanda. Berdasarkan pasal II aturan peralihan dari UUD 1945 yo pasal 142 UUDS
1950 maka sampai saat ini masih diberlakukan KUHP tersebut karena sampai saat
ini belum diberlakukan KUHP yang baru. Akan tetapi, isinya telah berubah sesuai
keperluan nasional bangsa Indonesia. Perubahan yang penting dari KUHP Hindia
Belanda diadakan dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1946. Maka, pada tanggal 1
Januari 1918 berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk
indonesia (Unifikasi Hukum Pidana). Sebelum tanggal 1 Januari 1918 berlaku dua
KUHP yaitu:
1.
Satu untuk golongan
Indonesia
2.
Satu untuk golongan
Eropa
KUHP disusun
diselaraskan dengan hukum pidana Belanda (Wetboek van Strafrecht), hukum Pidana
belanda diselaraskan dengan Code Penal (Perancis).
C. PEMBAGIAN
HUKUM PIDANA
Hukum Pidana dapat dibagi sebagai
berikut:
1.
Hukum Pidana
Obyektif/Jus Punale, dibagi dua, yaitu:
a.
hukum pidana material
(mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum)
b.
hukum pidana formal
(hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan
pidana, merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Material)
2.
Hukum Pidana
Subyektif/Jus Puniendi (hak negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan
Hukum Pidana Obyektif)
3.
Hukum Pidana Umum
(berlaku pada setiap penduduk siapapun juga kecuali tentara)
4.
Hukum Pidana
Khusus(hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu), dibagi
dua,yaitu:
a. Hukum
Pidana Militer (berlaku khusus untuk anggota militer)
b. Hukum
Pidana Pajak (berlaku khusus untuk perseroan dan mereka yang membayar
pajak/wajib pajak)
D. TUJUAN
HUKUM PIDANA
Tujuan Hukum Pidana
memberi sistem dalam ahan-bahan yang banyak dari hukum itu. Bisa sebagai ilmu
pengetahuan hukum, ilmu pengetahuan kemasyarakatan, sebagai ilmu pengetahuan
sosial. Hukum Pidana mempunyai ilmu pengetahuan pembantu, antara lain:
Anthropologi,
filsafat, ethica, statistik, medicina forensic, psychiatrie, dan kriminologi.
Yang banyak digunakan
adalah ilmu pengetahuan kriminologi untuk membantu hukum pidana. Perbedaan
antara hukum pidana dan kriminologi adalah hukum pidana merupakan ilmu
pengetahuan yang tinjauannya dilakukan dari sudut pertanggung jawaban manusia
tentang perbuatan yang dapat dihukum. Sedangkan kriminologi ilmu pengetahuan
yang mencari apa dan sebabnya dari kejahatan dan berusaha untuk memberantasnya.
Krimnologi dapat dibagi
ke dalam:
1.
Anthropologi-kriminologi
: ilmu pengetahuan yang mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri fisik
penjahat.
2.
Sosiologi-kriminil :
lmu pengetahuan yang mencari sebab-sebab kejahatan di dalam masyarakat. Misal,
dalam keadaan ekonomi sulit, upah rendah, tempat tinggal kumuh.
3.
Politik-kriminil : ilmu
pengetahuan yang mencari cara-cara untuk memberantas kajahatan.
4.
Statistik-kriminil :
ilmu pengetahuan mencatat tentang kejadian dan macam-macam kejahatan.
E.
TEORI HUKUM PIDANA
Teori Hukum Pidana dibagi tiga, yaitu
1.
Teori Mutlak (teori ini
mengatakan bahwa hukuman harus dianggap sebagai suatu pembalasan)
2.
Teori Relatif (teori
ini memandang bahwa yang menjadi dasar bukan pembalasan tetapi tujuan hukuman,
dengan kata lain mencari manfaat daripada hukuman); teori relatif modern (dasar
hukuman adalah tujuan untuk menjamin ketertiban hukum)
3.
Teori Gabungan
(mencakup dasar hukuman dari teori mutlak dan relatif, maksudnya dasar
hukumannya pembalasan dan manfaat dari hukuman itu sendiri).
F.
KEKUASAAN BERLAKUNYA
UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA INDONESIA
Kekuasaan berlakunya Undang-Undang Hukum
Pidana Indonesia, dibagi dua :
1.
Bersifat negatif
(mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana berhubung dengan waktu)
2.
Bersifat positif
(mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana berhubung dengan tempat), dalam hal
ini memuat empat asas, yaitu:
Asas
teritorial (berlaku terhadap setiap orang yang melakukan kejahatan di wilayah
NKRI)
Asas
nasional yang aktif (berlaku terhadap WNI diluar negeri)
Asas
nasional yang pasif/asas perlindungan (UU Hukum Pidana berkuasa mengadakan
penuntutan terhadap siapapun juga diluar negeri RI juga terhadap orang asing di
luar negara RI)
Asas
universal (Undang-undang Hukum Pidana berlaku terhadap kejahatan yang bersifat
merugikan keselamatan internasional yang terjadi di daerah yang tidak bertuan)
G. SISTEMATIKA
KUHP
1. Buku I berkepala aturan umum terdiri dari 9
bab.
2. Buku II berkepala kejahatan yang terdiri dari
31 bab yang memuat 400 pasal.
3. Buku III berkepala pelanggaran yang terdiri
dari 10 bab kurang lebih 100 pasal.
Isi
pokok KUHP adalah aturan umum, perbuatan yang dapat dihukum, sifat hukum dari
kejahatan, pembagian kejahatan dan pelanggaran yang terdiri dari:
1.
Delik formil, kejahatan
itu selesai kalau perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam peraturan pidana telah
dilakukan.
2.
Delik materiil, yang
dilarang oleh UU ialah akibatnya :
a.
Delicta commissionis,
pelanggaran terhadap larangan yang diadakan UU
b.
Delicta ommisionis,
pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan
UU
c.
Delicta commissionos
per ommissionem commisa, dinamakan juga delik ommisie tidak lengkap
d.
Delik yang dilakukan
dengan sengaja
e.
Delik yang dilakukan
karena culpa (kesalahan orang yang menimbulkan matinya seseorang) dan
unsur-unsur tindak pidana
ASAS HUKUM ACARA PENGADILAN
A. PENGERTIAN
HUKUM ACARA
Hukum Acara atau Hukum Formal adalah
rangkaian kaedah hukum yang mengatur cara-cara bagaimana mengajukan sesuatu
hukum ke badan peradilan dan cara Hakim memberikan putusan.
Hukum Acara Pengadilan terdiri dari:
1.
Hukum Acara Perdata
2.
Hukum Acara Pidana
3.
Dalam Hukum Acara
Pengadilan berlaku asas-asas pengadilan, yaitu:
a.
Dilarang main hakim
sendiri;
b.
Hukum acara harus
tertulis dan dikodifikasikan;
c.
Kekuasaan pengadilan
harus bebas dari pengaruh kekuasaan badan negara lainnya;
d.
Semua putusan
pengadilan harus berisi dasar hukum;
e.
Sidang pengadilan
terbuka untuk umum (kecuali ditetapkan oleh UU), dan keputusan hakim harus
dinyatakan dalam sidang terbuka.
B. PELAKSANAAN
HUKUM ACARA PERDATA
Sumber Hukum Acara Perdata:
1.
Reglemen Hukum Acara
Perdata
2.
Reglemen Indonesia yang
Diperbarui (RIB)
3.
Reglemen Hukum untuk
Daerah Seberang
Pelaksanaan Hukum Acara
Perdata:
Penggugat mengajukan surat gugatan ke
Panitera Pengadilan Negeri setempat. Kemudian pengadilan, pertama-tama
didamaikan, jika tercapai perdamaian maka dibuatkan akte perdamaian. Apabila
tidak dapat didamaikan maka surat gugatan dibacakan. Setelah kedua belah
pihak memberikan keterangan atau
saksi-saksi atau bukti. Maka, ketua pengadilan akan memutuskan: siapa yang
benar, yang sifatnya menerima gugatan dan berarti penggugat yang memang menang.
Atau menolak yang berarti penggugat dikalahkan.
Pihak yang kalah wajib membayar ongkos-ongkos perkara. Putusan hakim
Pengadilan Negeri itu dapat dimintakan banding kepada Pengadilan Tinggi.adapun
putusan hakim pengadilan dalam bidang keperdataan dapat merupakan:
1.
Keputusan deklator
(keputusan yang menguatkan terhadap hak seseorang)
2.
Keputusan konstitutif
(keputusan yang menimbulkan hukum baru)
3.
Keputusan kondemnator
(keputusan penetapan hukuman terhadap salah satu pihak)
Alat-alat Pembuktian dalam hukum acara
perdata, yaitu bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
C. PELAKSANAAN
HUKUM ACARA PIDANA
Proses pelaksanaan acara pidana terdiri
dari tiga tingkatan, yaitu:
1.
Pemeriksaan pendahuluan
2.
Pemeriksaan dalam
bidang pengadilan
3.
Pelaksanaan hukuman
Dalam pemeriksaan pendahuluan dilakukan
penyelidikan dan pengusutan dalam pemeriksanaan ini dipergunakan asas:
1.
Asas kebenaran materiil
(kebenaran dan kenyataan) yaitu usaha-usaha yang ditunjukkan untuk mengetahui
apakah benar-benar terjadi.
2.
Asas inkwisitor, yaitu
bahwa si tersangka tersangka hanyalah merupakan obyek dalam pemeriksaan, tidak
mempunyai hak apa-apa dan segala tindakan dilakukan dalam keadaan yang tidak
terbuka untuk umum.
Pemeriksaan dalam sidang pengadilan
bersifat akusator, artinya si terdakwa mempunyai kedudukan sebagai pihak yang
sederajat menghadapi lawannya(penuntut umum). Menurut R.I.B. Keputusan Hakim
(vonnis) dapat berupa:
1.
Pembebasan dari segala
tuduhan apabila sidang Pengadilan menganggap bahwa perkara tersebut kurang
cukup bukti-bukti.
2.
Pembebasan dari segala
tuntutan hukum apabila perkara yang diajukan itu dapat dibuktikan akan tetapi
tidak merupakan kejahatan maupunpelanggaran.
3.
Menjatuhkan pidana
(hukuman) apabila tindak pidana itu dapat dibuktikan bahwa terdakwa yang
melakukan dan hakim mempunyai keyakinan dan kebenarannya.
Keputusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat harus dilaksanakan dengan segera dan oleh atau
atas perintah jaksa. Oleh jaksa apabila keputusan itu mengenai hukuman denda
dan penyitaan barang tertentu dan terhukum. Atas perintah jaksa jika mengenai
hukuman lainnya.
Macam-macam Pengadilan di Indonesia:
1.
Pengadilan Umum
a.
Pengadilan umum
· Pengadilan
Negeri
· Pengadilan
Tinggi
· Pengadilan
Agung
b.
Pengadilan khusus
· Pengadilan
agama
· Pengadilan
Adat
· Pengadilan
Administreasi Negara
2.
Pengadilan Militer
· Pengadilan
Tentara
· Pengadilan
Tentara Tinggi
· Pengadilan
Tentara Agung
ASAS HUKUM ACARA PIDANA
Asas-asas
Hukum Acara Pidana:
1. Perlakuan
yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan
perlakuan.
2. Melakukan
usaha pembaharuan kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rangka pelaksanaan
secara nyata dari wawasan nusantara, demi pembangunan di bidang hukum
sebagaimana tercantum dalam GBHN.
3. Pembangunan
itu dimaksudkan agar masyarakat menghayati hak dan kewajiban nya dan untuk
meningkatkan pembinaan sikap para pelaksanaan penegak hukum.
4. Hukum
acara pidana dihubungkan dengan dan UU No 9, tambahan lembaran negara no 18
serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum acara pidana perlu
dicabut, karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
5. Oleh
karena itu perlu mengadakan UU tentang hukum acara pidana.
·
Penyidik adalah pejabat
polisi negara atau pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang untuk
melakukan penyidikan.
·
Penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU untuk mencari serta
mengumpulkan bukti guna menemukan tersangka.
·
Penyidik pembantu
adalah pejabat kepolisian negara yang karena diberi wewang tertentu dapat
melakukan tugas penyidikan.
·
Penyelidikan adalah
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindakan guna menemukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyelidikan.
·
Penuntut umum adalah jaksa yag diberi wewenang
oelah UU untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Jenis
penahanan menurut pasal 22 KUHP:
1. Penahanan
rumah tahanan negara
2. Penahanan
rumah
3. Penahanan
kota
Penggeledahan
dapat dilakukan di beberapa tempat:
1. Pada
halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau ada dan yang ada di
atasnya.
2. Pada
setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau ada.
3. Di
tempat tendak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya
4. Di
tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
Yang
dapat dikenakan penyitaan adalah:
1. Benda
atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh/sebagian diduga diperoleh dan
tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
2. Benda
yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya.
3. Benda
yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
4. Benda
yang khusus dibuat untuk melakukan tindak pidana.
5. Benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Tersangka
berhak mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum. Untuk mempersiapkan pembelaan:
1. Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan
jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan
kepadanya
2. terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan
jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yanag didakwakan
kepadanya.
Berita
acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
1. Pemeriksaan
tersangka
2. Penangkapan
3. Penahanan
4. Penggeledahan
5. Pemasukan
rumah
6. Penyitaan
benda
7. Pemeriksaan
surat
8. Pemeriksaan
saksi
9. Pemeriksaan
di tempat kejadian
10. Pelaksanaan
penetapan dan putusan pengadilan
11. Pelaksanaan
tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam UU.
Dalam KUHAP
pasal 77 ditegaskan bahwa pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan
memutus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU tentang:
1. Sah
atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan.
2. Ganti
kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pengadilan
tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam
daerah hukumnya yang dimintakan banding. Mahkamah agung berwenang mengadili
semua perkara pidana yang dimintakan kasasi.
Ganti kerugian
karena ditangkap atau ditahan tanpa alasan yang sah diatur dalam pasal 95 KUHAP
sebagai berikut:
1. Tersangka,
terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap,
ditahan, dituntut dan diadili atau dekenakan tindakan lain, tanpa alasan yang
berdasarkan UU/karena kekeliruan mengenai orangnya/hukum yang diterapkan.
2. Tuntutan
ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan/penahanan
serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan UU/karena kekeliruan mengenai
orang/hukum yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pengadilan negeri diputus di
sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77.
3. Tuntutan
ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat 1 diajukan oleh tersangka, terdakwa
atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang
bersangkutan.
4. Untuk
memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti rugi kerugian tersebut pada ayat 1
ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili
perkara pidana yang bersangkutan.
5. Pemeriksaan
terhadap ganti kerugian sebgaimana tersebut pada ayat 4 mengikuti acara
praperadilan.
Menurut pasal 97
KUHAP, seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus
bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusnya telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Penyelidik dan
penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya
suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera
melakukan tindakan yang diperlukan. Jika seorang tersangka atau saksi yang
dipanggil member alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada
penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.
Dalam
hal pemeriksaan saksi dalam pasal 116 KUHP menegaskan bahwa:
1. Saksi
diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apaila ada cukup alasan untuk diduga
bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan.
2. Saksi
diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang
lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang sebenarnya.
3. Dalam
pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang
dapat menguntungkan baginya bilaman ada maka hal itu dicatat dalam berita
acara.
4. Dalam
hal sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 penyidik wajib memanggil dan memeriksa
saksi tersebut.
Kecuali
ditentukan lain dalam UU, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat
mengundurkan diri sebagai saksi:
1. Keluarga
sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat
ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
2. Saudara
deri terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara
bapak, juga mereka yang mempunya hubungan karena perkawinan dan anak-anak
saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
3. Suami
atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama menjadi
terdakwa.
Alat
bukti yang sah dalam acara pidana ialah:
1. Keterangan
saksi
2. Keterangan
ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan
terdakwa
Segera setelah
putusan pidana diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada
terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu:
1. Hak
segera menerima ataus segera menolak putusan
2. Hak
mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan
3. Hak
minta penangguhan pelaksanaan putusan
4. Hak
minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding
5. Hak
mencabut pernyataan
Menurut
pasal 255 KUHAP dalam hal suatu putusan dibatalkan karena:
1. Karena
peraturan hukum tidak ditetapkan sebagaimana mestinya
2. karena
cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan UU
3. Karena
pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara
tersebut.
Pasal 259 KUHAP
menegaskan bahwa demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada MA, dapat
mengajukan 1 kali permohonan kasasi oleh jaksa agung.
Apabila MA
membenarkan alasan pemohon, MA membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan
kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
1. Putusan
bebas
2. Putusan
lepas dari segala tuntutan hukum
3. Putusan
tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
4. Putusan
dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Sejak tanggal 31
Desember 1981, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan UU dengan
pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana
tersebut pada UU tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak
berlaku lagi.
·
Yang dimaksud semua
perkara adalah perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan.
·
Yang dimaksud dengan
ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut dalam UU tertentu ialah
ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain:
1)
UU tentang pengusutan,
penuntutan dan peradilan tingkat pidana ekonomi (UU no 7 Drt. Tahun 1955)
2)
UU tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi (UU no 3 tahun 1971)
2 komentar:
nice posting
makasih :)
Posting Komentar